Langsung ke konten utama

sediaan steril




BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Sediaan parental yang diberikan secara penyuntikan intravena, subkutan, dan intramuscular merupakan rute pemberian obat yang kritis jika dibandingkan dengan pemberian obat-obatan secara oral. Semakin meningkatnya perkembangan ilmu bioteknologi telah meningkat pula jumlah yang diproduksi secara bioteknologi seperti obat peptide dan atau produk gen. pada abad mendatang (sekarang sudah mulai) beberapa obat peptide dan obat lainnya akan dihasilkan menurut prinsip bioteknologi. Penyuntikan yang diperlukan, baik untuk respon terapeutik yang cepat maupun  untuk obat yang tidak tersedia untuk rute non-injeksi. Penggunaan awal sediaan parental menimbulkan banyak masalah dan berkembang relative lambat. Padahal Pasteur dan Lister telah mengetahui pentingnya melakukan sterilisasi untuk mengeliminasi mikroorganisme pathogen sejak tahun 1860-an. Tetapi, teknologi sterilisasi tidak berkembang secara signifikan. Sebagai contoh, autoklaf sudah ditemukan sejak tahun 1884, filtrasi membrane pada tahun 1918, etilenoksida pada tahun 1944, penyaring udara berefisiensi tinggi ( HEPA, high effiency particulate air ) pada tahun 1952, dan sungkup aliran udara laminar ( LAF ) pada tahun 1961. Peningkatan suhu tubuh dan dingin menggigil pada pasien yang menerima penyuntikan obat sudah teramati sejak tahun 1911, dan pada tahun 1923 diketahui penyebabnya yaitu pirogen yang dihasilkan bakter.

Metode; sterilisasi merupakan prosedur yang digunakan untuk proses sterilisasi suatu obat, sediaan farmasi dan peralatan medis yang secara luas digunakan untuk produk alami. Penting untuk diingat bahwa beberapa teknik sterilisasi tidak dapat digunakan secara umum karena sifat yang unik dari beberapa bahan dapat membuat mereka hancur atau termodifikasi. Metode dari inaktifasi mikroorganisme dapat dilasifikasikan secaara kimia atau fisika. Termasuk panas basah, panas kering, penyinaran. Filtrasi steril adalah proses yang lain tetapi itu hanya menghancurkan  tidak memusnahkan mikroorganisme. Metode kimia termasuk sterilisasi gas atau cair.  Pedoman sterilisasi untuk digunakan banyak tipe dari industry atau rumah sakit tersedia.


1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui tujuan dari sterilisasi dan mengetahui langkah – langkah pembuatan sediaan steril. Mahasiswa juga dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan masyarakat sebagai bentuk perlindungan infeksi.

1.3 Rumusan Masalah

1.      Apa itu sterilisasi ?

2.      Apa tujuan dari sterilisasi ?

3.      Bagaimana pembuatan sediaaan  steril ?

4.      Bagaimana macam – macam sterilisasi dan syarat contoh – contoh bahan – bahan yang disterilkan  beserta persyaratan bahannya ?

 

 


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sterilisasi

Steril  adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen / non patogen (tidak menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetatif (siap untuk berkembang biak) maupun dalam bentuk spora (dalam keadaan statis, tidak dapat berkembang biak, tetapi melindungi diri dengan lapisan pelindung yang kuat. Tidak semua mikroba dapat merugikan, misalnya mikroba yang terdapat dalam usus yang dapat membusukkan sisa makanan yang tidak terserap oleh tubuh. Mikroba yang patogen misalnya Salmonella typhosa yang menyebabkan penyakit typus, E.coli  yang menyebabkan penyakit perut.

Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang / benda menjadi steril atau suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada, sehingga jika ditumbuhkan di dalam suatu medium tidak ada lagi jasad renik yang dapat berkembang biak. Sterilisasi harus dapat membunuh jasad renik yang paling tahan panas yaitu spora bakteri (Fardiaz, 1992). Sedangkan sanitasi adalah suatu proses untuk membuat lingkungan menjadi sehat.

 2.2 Tujuan Sterilisasi


Tujuan obat dibuat steril (seperti obat suntik) karena berhubungan langsung dengan darah atau cairan tubuh dan jaringan tubuh yang lain dimana pertahanan terhadap zat asing tidak selengkap yang berada di saluran cerna / gastrointestinal, misalnya hati yang dapat berfungsi untuk menetralisir / menawarkan racun (detoksikasi = detoksifikasi).

Diharapkan dengan steril dapat dihindari adanya infeksi sekunder. Dalam hal ini tidak berlaku relatif steril atau setengah steril , hanya ada dua pilihan yaitu steril dan tidak steril. Sediaan farmasi yang perlu disterilkan adalah obat suntik / injeksi, tablet implant, tablet hipodermik dan sediaan untuk mata seperti tetes mata / Guttae Ophth., cuci mata / Collyrium dan salep mata / Oculenta.



2.3  Macam macam sediaan steril
a.      Injeksi
Suatu larutan obat dalam pembawa yang cocok dengan atau tanpa bahan tambahan yang dimaksudkan untuk penggunaan parenteral

b.      Cairan Infus
Merupakan injeksi khusus karena cara pemberiannya dan volumenya besar Berguna untuk :
1.      Nutrisi dasar, contoh : infus dekstrosa
2.      Perbaikan keseimbangan elektrolit, contoh : infus ringer  mengandung ion Na+, K+, Ca2+ dan Cl-
3.      Pengganti cairan tubuh, contoh iInfus dekstrosa dan NaCl
4.      Membantu diagnosis, contoh untuk penentuan fungsi ginjal : injeksi mannitol

c.       Radiopharmaceutical
Suatu injeksi yang mengandung bahan radioaktif. Berfungsi untuk diagnosis dan pengobatan dalam jaringan organ. Pembuatan dan penggunaannya berbeda dengan bahan obat biasa (non radioaktif)

d.      Zat Padat Kering Atau Larutan Pekat
 Bahan yang tidak stabil dalam bentuk cair/lrt disimpan dalam bentuk zat padat kering yang dilarutkan pada waktu akan digunakan. _ Jika bahan padat kering tidak mengandung dapar, pengencer atau zat tambahan lain, dan bila ditambah pelarut lain yang sesuai, memberikan larutan yang memenuhi semua aspek persyaratan untuk obat suntik. Sediaan diberi label obat steril.
Contoh : Ampicillin Sodium Steril
Jika bahan padat kering mengandung satu atau lebih, dapar, pengencer atau zat tambahan lain, sediaan diberi label obat suntik/injeksi. Contoh : Amphotericin B Injeksi

e.       Larutan Irigasi
Persyaratan seperti larutan parenteral;
Dikemas dalam wadah volume besar dengan tutup dapat berputar
Digunakan untuk merendam luka/mencuci luka, sayatan bedah atau jaringan/organ tubuh
Diberi label sama seperti injeksi.
Contoh : Sodium chlorida untuk irigasi, Ringers untuk irigasi, Steril water untuk irigasi
Label/etiket : “bukan untuk obat suntik”
f.       Larutan Dialisis
 Untuk menghilangkan senyawa-senyawa toksis yang secara normal disekresikan oleh ginjal. Pada kasus keracunan atau gagal ginjal atau pada pasien yang menunggu transplantasi ginjal, dialysis adalah prosedur darurat untuk  menyelamatkan hidup. Dialisis adalah proses, dimana senyawa-senyawa dapat dipisahkan satu dengan lainnya dalam larutan berdasarkan perbedaan kemampuan berdifusi lewat membran. Larutan yang tersedia di perdagangan mengandung dekstrosa sebagai sumber utama kalori, vitamin, mineral, elektrolit, dan asam amino/peptida sebagai sumber nitrogen.

g.      Bahan Diagnostik
 Diagnostik merupakan salah satu metode pemeriksaan dalam ilmu pengobatan pencegahan (preventive medicine) penyakit infeksi, didasarkan atas reaksi antara suatu antibodi dengan antigen yang bersangkutan. Untuk ini digunakan suntikan intrakutan diatas kulit (imunity skin test) dengan suatu antigen dengan kadar serendah2nya yang masih memungkinkan adanya reaksi.
Reaksi positip dalam bentuk semacam benjolan diatas kulit, menunjukkan bahwa tubuh sudah mengandung antibodi tertentu. _ Hasil negatip, berarti tubuh tidak memiliki antibodi tsb, dlm keadaan ini orang harus diberi vaksin untuk mengebalkan tubuh secara aktif
Reaksi TUBERKULIN, merupakan salah satu tes kekebalan yg terkenal untuk mendiagnosa penyakit tuberculose (Mantoux skin test )
Zat-zat yang diberikan kepada pasien secara oral/parenteral untuk menentukan keadaan fungsional dari suatu organ tubuh atau untuk membantu dokter menentukan diagnosa penyakit dan juga digunakan dalam reaksi imunisasi
Contoh : Injeksi Evans Blue, yang digunakan dalam penentuan volume darah

h.      Allergi Ekstrak (Ekstrak allergen)
 Merupakan larutan pekat alergen steril untuk maksud diagnosis atau pengobatan reaksi alergi


i.        Larutan, suspensi dan salep untuk mata
 Obat-obatan dalam larutan atau suspensi yang diberikan dengan meneteskan ke dalam mata termasuk sediaan steril, meskipun batasan steril biasanya tidak dimasukkan dalam pada namanya, seperti : “Sulfacetamide larutan mata” atau Hydrocortison Acetat Suspensi mata.

j.        Pelet steril atau implantasi subkutan
 Pelet atau implan steril merupakan tablet berbentuk silindris, kecil, padat dengan diameter lebih kurang 3,2 mm dan panjang 8 mm, dibuat dengan mengempa dan dimaksud untuk ditanam subkutan (paha atau perut) untuk tujuan menghasilkan pelepasan obat terus menerus selama jangka waktu panjang.3-5 bln. Obat antihamil dlm bentuk inplan dapat bekerja sampai 3 thn. (Implanon mengandung etonogestrel 68 mg/susuk KB). Menggunakan penyuntikan khusus (trocar)/dengan sayatan digunakan untuk hormon yang kuat sampai 100x dari pemakaian biasa (oral/parenteral). Pelet tidak boleh mengandung bahan pengikat, pengencer atau pengisi yang ditujukan untuk memungkinkan seluruhnya melarut dari absorbsi pelet di tempat penanaman.
Contoh : pelet estradiol, biasanya mengandung 10 dan 25 mg estrogen estradiol (dosis lazim oral dan parenteral 250 mcg).

k.      Antikoagulan
Larutan untuk mencegah pembekuan darah, butuh syarat seperti injeksi dan bebas pirogen.
Contoh : Larutan Natrium sitrat Steril, ACDP, Heparin, ACD

l.        Sediaan vaksin
Merupakan produk biologi (pembantu diagnostik) untuk tujuan mencegah penyakit dan pengobatan

2.3 Metode Pembuatan Sediaan Sterilisasi

Secara umum metode pembuatan sediaan steril dibagi menjadi 2 :

1.      Metode Sterilisasi Akhir
Metode sterilisasi akhir merupakan proses sterilisasi yang dilakukan setelah sediaan selesai dikemas, untuk selanjutnya dilakukan sterilisasi. Jenis metode sterilisasi yang sering digunakan adalalah metode sterilisasi panas lembab menggunakan autoklaf, namun sterilisasi akhir deapat dilakukan dengan metode lainnya ( panas kering, gas, dsd ), pertimbangan untuk memilih metode sterilisasi yang sesuai adalah dengan mempertimbangkan kestabilan bahan dan zat yang tahan terhadap panas atau kelembaban.
2.      Metode Sterilisasi Aseptis
Terbatas pada sediaan yang mengandung zat aktif peka suhu tinggi dan dapat mengakibatkan penguraian atau penurunan kerja farmakologinya. Salah satunta antibiotika, yang merupakan zat aktif yang sebaiknya diracik secara aseptis. Cara aseptis pada prinsipnya adalah cara kerja untuk memperoleh sediaan steril dengan cara mencegah kontaminasi partikel asing kedalam sediaan. Proses cara aseptisnya adalah melakukan sterilisasi pada semua bahan sediaan ( pada awal sebelum pembuatan sediaan ) sesuai dengan sifat dari bahan yang digunakan kemudian dilanjutkan pada proses pembuatan dan pengemasan dalam ruang steril untuk menjaga kontaminsi. Pada proses aseptis masih terdapat celah terjadinya kontaminasi, sehingga apabila metode sterilissi akhir bisa dilakukan maka proses aseptis tidak bisa dilakukan. Dalam  FI III  hal 18, proses aseptik adalah cara pengurusan bahan steril menggunakan teknik yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya cemaran kuman hingga seminimum mungkin. Teknik aseptik dimaksudkan untuk digunakan dalam pembuatan sediaan steril yang tidak dapat dilakukan proses sterilisasi akhir karena ketidakmantapan zatnya. Sterilitas hasil akhir hanya dapat disimpulkan jika hasi itu memenuhi syarat Uji Sterilitas yang tertera pada Uji Keamanan Hayati. Teknik aseptik penting sekali diperhatikan pada waktu melakukan sterilisasi menggunakan cara sterilisasi C dan D tepatnya sewaktu memindahkan atau memasukkan bahan steril kedalam wadah akhir steril. Dalam pembuatan larutan steril menggunakan proses ini, obat steril dilarutkan atau didispersikan dalam zat pembawa steril, diwadahkan dalam wadah steril, akhirnya ditutup kedap untuk melindungi terhadap cemaran kuman. Semua alat yang digunakan harus steril. Ruangan yang digunakan harus disterilkan terpisah dan tekanan udaranya diatur positif dengan memasukkan udara yang telah dialirkan melalui penyaring bakteri. Pekerjaan ini harus dilakukan dengan tabir pelindung atau dalam aliran udara steril.
2.4  Sediaan Parenteral
Sediaan parenteral merupakan sediaan steril. Sediaan ini diberikan melalui beberapa rute pemberian yaitu intravena, intraspinal, intramuskuler, subkutis dan intradermal. Apabila injeksi diberikan melalui rute intramuscular, seluruh obat akan berada di tempat itu. Dari tempat suntikan itu obat akan masuk ke pembuluh darah di sekitarnya secara difusi pasif, baru masuk ke dalam sirkulasi. Cara ini sesuai utnuk bahan obat , baik yang bersifat lipofilik maupun yang hidrofilik. Kedua bahan obat itu dapat diterima dalam jaringan otot baik secara fisis maupun secara kimia. Ahkan bentuk sediaan larutan, suspensi, atau emulsi juga dapat diterima lewat intramskuler, begitu juga pembawanya bukan hanya air melainkan yang non air juga dapat. Hanya saja apabila berupa larutan air harus diperhatikan pH larutan tersebut.
Istilah parenteral berasal dari kata Yunani para dan enteron yang berari disamping atau lain dari usus. Sediaan ini diberikan dengan cara menyuntikkan obat di bawah atau melalui satu atau lebih lapisan kulit atau membrane mukosa. Karena rute ini disekitar daerah pertahanan yang sangat tinggi dari tubuh, yaitu kulit dan selaput/membrane mukosa, maka kemurniaan yang sangat tinggi dari sediaan harus diperhatikan. Yang dimaksud dengan kemurnian yang tinggi itu antara lain harus steril.
Obat suntik hingga volume 100 ml disebut sediaan parenteral volume kecil sedangkan apabila lebih dari itu disebut sediaan parenteral volume besar, yang biasa diberikan secara intravena.
Produk parenteral, selain diusahakan harus steril juga tidak boleh mengandung partikel yang memberikan reaksi pada pemberian juga diusahakan tidak mengandung bahan pirogenik. Bebas dari mikroba (steril) dapat dilakukan dengan cara sterilisasi dengan pemanasan pada wadah akhir, namun harus diingat bahwa ada bahan yang tidak tahan terhadap pemanasan. Untuk itu dapat dilakukan teknik aseptic.
Larutan yang mengandung bakteri gram positif-negatif dapat saja memberikan reaksi demam atau pirogenik walaupun larutan injeksi tersebut steril. Reaksi demam atau pirogen ini disebabkan oleh adanya fragmen dinding sel bakteri yang disebut “endotoksin”. Adanya endotoksin yang ditandai dengan reaksi demam itu merupakan pertanda bahwa selama proses produksi terjadi kontaminasi mikroba pada produk.     Oleh sebab itu dalam proses produksi sediaan parenteral diisyaratkan hal-hal sebagai berikut:
1. Personil yang bekerja pada bagian produk steril harus memiliki moral dan etik professional yang tinggi.
2. Setiap personil mendapat latihan tentang sediaan steril secara lengkap.
3. Memiliki teknik spesialisasi untuk memproduksi sediaan steril.
4. Bahan yang digunakan harus bermutu tinggi.
5. Kestabilan dan kemanjuran produk harus terjamin.
6. Program pengontrolan (quality control) harus baik untuk memastikan mutu produk dan harus memenuhi keabsahan prosedur produksi.
2.5 Syarat obat suntik
1. Bebas dari mikroorganisme, steril atau dibuat dari bahan-bahan steril di bawah kondisi yang kurang akan adanya kombinasi mikroorganisme (proses aseptik).
2. Bahan-bahan bebas dari endotoksin bakteri dan bahan pirogenik lainnya.
3. Bahan-bahan yang bebas dari bahan asing dari luar yang tidak larut.
4. Sterilitas
5. Bebas dari bahan partikulat
6. Bebas dari Pirogen
7. Kestabilan
8. Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah.
2.6 Jenis- jenis parenteral
              Dalam FI.ed.IV, sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi   5  jenis yang berbeda :
1.    Sediaan berupa larutan dalam air / minyak / pelarut organik yang lain yang digunakan untuk injeksi, ditandai dengan nama,   Injeksi................
       Dalam FI.ed.III disebut  berupa Larutan. Misalnya :            
Inj. Vit.C, pelarutnya aqua pro injection                               
Inj. Camphor oil , pelarutnya Olea neutralisata ad injection
Inj. Luminal, pelarutnya Sol Petit atau propilenglikol dan air

2     Sediaan padat kering (untuk dilarutkan) atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang sesuai memenuhi persyaratan injeksi, ditandai dengan nama ,  ...................Steril.
       Dalam FI.ed..III disebut berupa zat padat kering jika akan disuntikkan ditambah zat pembawa yang cocok dan steril, hasilnya merupakan larutan yang memenuhi syarat larutan injeksi. Misalnya : Inj. Dihydrostreptomycin Sulfat  steril

3     Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai, ditandai dengan nama ,    ............ Steril untuk Suspensi.
       Dalam FI.ed.III disebut berupa zat padat kering jika akan disuntikkan ditambah zat pembawa yang cocok dan steril, hasilnya merupakan suspensi  yang memenuhi syarat suspensi steril. Misalnya : Inj. Procaine Penicilline G steril untuk  suspensi.

4     Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam saluran spinal, ditandai dengan nama , Suspensi.......... Steril.
       Dalam FI.ed.III disebut Suspensi steril ( zat padat yang telah disuspensikan dalam pembawa yang cocok dan steril) .
       Misalnya : Inj. Suspensi Hydrocortisone Acetat steril

5     Sediaan berupa emulsi, mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan tambahan lain, ditandai dengan nama, ............. Untuk Injeksi.
       Dalam FI.ed.III disebut bahan obat dalam pembawa cair yang cocok, hasilnya merupakan emulsi yang memenuhi semua persyaratan emulsi steril. Misalnya : Inj. Penicilline Oil untuk injeksi

B. Macam-Macam Cara Penyuntikan

1.    Injeksi intrakutan ( i.k / i.c ) atau intradermal
Dimasukkan ke dalam kulit yang sebenarnya, digunakan untuk diagnosa. Volume yang disuntikkan antara 0,1 - 0,2 ml, berupa larutan atau suspensi dalam air.
2.    Injeksi subkutan ( s.k / s.c ) atau hipodermik
Disuntikkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam alveolar, volume yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Umumnya larutan bersifat isotonik, pH netral, bersifat depo (absorpsinya lambat). Dapat diberikan dalam jumlah besar (volume 3 - 4 liter/hari dengan penambahan enzym hialuronidase), bila pasien tersebut tidak dapat diberikan infus intravena. Cara ini disebut" Hipodermoklisa ".
3.    Injeksi intramuskuler ( i.m )
Disuntikkan ke dalam atau diantara lapisan jaringan / otot. Injeksi dalam bentuk larutan, suspensi atau emulsi dapat diberikan secara ini. Yang berupa larutan dapat diserap dengan cepat, yang berupa emulsi atau suspensi diserap lambat dengan maksud untuk mendapatkan efek yang lama. Volume penyuntikan antra 4 - 20 ml, disuntikkan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit.


4.    Injeksi intravenus ( i.v )
Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena. Bentuknya berupa larutan, sedangkan bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh, sebab akan menyumbat pembuluh darah vena tersebut. Dibuat isitonis, kalau terpaksa dapat sedikit hipertonis (disuntikkannya lambat / perlahan-lahan dan tidak mempengaruhi sel darah); volume antara 1 - 10 ml. Injeksi intravenus yang diberikan dalam dosis tunggal dengan volume lebih dari 10 ml, disebut  "infus intravena/ Infusi/Infundabilia". Infusi harus bebas pirogen dan tidak boleh mengandung bakterisida, jernih, isotonis.
Injeksi i.v dengan volume 15 ml atau lebih tidak boleh mengandung bakterisida
Injeksi  i.v  dengan  volume  10  ml   atau  lebih  harus  bebas  pirogen.

5.    Injeksi intraarterium ( i.a )
Disuntikkan ke dalam pembuluh darah arteri / perifer / tepi, volume antara 1 - 10 ml, tidak boleh mengandung bakterisida.

6.    Injeksi intrakor / intrakardial ( i.kd )
Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventriculus, tidak boleh mengandung bakterisida, disuntikkan hanya dalam keadaan gawat.

7.    Injeksi intratekal (i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s), intradural ( i.d ), subaraknoid.
Disuntikkan langsung ke dalam saluran sumsum tulang belakang pada dasar otak ( antara 3 -4 atau 5 - 6 lumbra vertebrata ) yang ada cairan cerebrospinalnya. Larutan harus isotonis karena sirkulasi cairan cerebrospinal adalah lambat, meskipun larutan anestetika sumsum tulang belakang sering hipertonis. Jaringan syaraf di daerah anatomi disini sangat peka.

8.    Intraartikulus
Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuk suspensi / larutan dalam air.


9.    Injeksi subkonjuntiva
Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa suspensi / larutan, tidak lebih dari 1 ml.

10.  Injeksi intrabursa
Disuntikkan ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam bentuk larutan suspensi dalam air.

11.    Injeksi intraperitoneal ( i.p )
Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan cepat ; bahaya infeksi besar

12.  Injeksi peridural ( p.d ), extradural, epidural
Disuntikkan ke dalam ruang epidural, terletak diatas durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan sumsum tulang belakang.

C. Susunan Isi ( Komponen ) Obat Suntik

1.  Bahan obat / zat berkhasiat
2.  Zat pembawa / zat pelarut
3.  Bahan pembantu / zat tambahan
4. Wadah dan tutup

a)        Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-masing dalam Farmakope.
b)        Pada etiketnya tercantum : p.i ( pro injection )
c)        Obat yang beretiket p.a ( pro analisa ) walaupun secara kimiawi terjamin kualitasnya, tetapi belum tentu memenuhi syarat untuk injeksi.

Dibedakan menjadi 2 bagian :
a)        Zat pembawa berair
Umumnya digunakan air untuk injeksi. Disamping itu dapat pula digunakan injeksi NaCl, injeksi glukosa, injeksi NaCl compositus, Sol.Petit. Menurut FI.ed.IV, zat pembawa mengandung air, menggunakan air untuk injeksi, sebagai zat pembawa injeksi harus memenuhi syarat Uji pirogen dan uji Endotoksin Bakteri. NaCl dapat ditambahkan untuk memperoleh isotonik. Kecuali dinyatakan lain, Injeksi NaCl atau injeksi Ringer dapat digunakan untuk pengganti air untuk injeksi.

Air untuk injeksi ( aqua pro injection ) dibuat dengan cara menyuling kembali air suling segar dengan alat kaca netral atau wadah logam yang dilengkapi dengan labu percik. Hasil sulingan pertama dibuang, sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara Sterilisasi A atau C segera setelah diwadahkan.

Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan air untuk injeksi segar selama tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah hubungan dengan udara sesempurna mungkin, didinginkan dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi , harus disterilkan dengan cara sterilisasi A, segera setelah diwadahkan.

b)        Zat pembawa tidak berair
Umumnya digunakan minyak untuk injeksi (olea pro injection) misalnya Ol. Sesami, Ol. Olivarum, Ol. Arachidis.



            Pembawa tidak berair diperlukan apabila :
(1)      Bahan obatnya sukar larut dalam air
(2)      Bahan obatnya tidak stabil / terurai dalam air.
(3)      Dikehendaki efek depo terapi.

Syarat-syarat minyak untuk injeksi adalah :
(1)      Harus jernih pada suhu 100 .
(2)      Tidak berbau asing / tengik
(3)      Bilangan asam 0,2 - 0,9
(4)      Bilangan iodium 79 - 128
(5)      Bilangan penyabunan 185 - 200
(6)      Harus bebas minyak mineral
(7)      Memenuhi syarat sebagai Olea Pinguia yaitu cairan jernih atau massa padat yang menjadi jernih diatas suhu leburnya dan tidak berbau asing atau tengik

Obat suntik dengan pembawa minyak, tidak boleh disuntikkan secara i.v , hanya boleh secara i.m.

     Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud :
a)        Untuk mendapatkan pH yang optimal
b)        Untuk mendapatkan larutan yang isotonis
c)        Untuk mendapatkan larutan isoioni
d)       Sebagai zat bakterisida
e)        Sebagai pemati rasa setempat ( anestetika lokal )
f)         Sebagai stabilisator.

              Menurut FI.ed.IV, bahan tambahan untuk mempertinggi stabilitas dan efektivitas harus memenuhi syarat antara lain tidak berbahaya dalam jumlah yang digunakan, tidak mempengaruhi efek terapetik atau respon pada uji penetapan kadar.
              Tidak boleh ditambahkan bahan pewarna, jika hanya mewarnai sediaan akhir. Pemilihan dan penggunaan bahan tambahan harus hati-hati untuk injeksi yang diberikan lebih            dari 5 ml. Kecuali dinyatakan lain berlaku sebagai berikut :
§  Zat yang mengandung raksa dan surfaktan kationik, tidak lebih dari 0,01 %
§  Golongan Klorbutanol, kreosol dan fenol  tidak lebih            dari 0,5 %
§  Belerang dioksida atau sejumlah setara dengan Kalium atau Natrium Sulfit, bisulfit atau metabisulfit ,  tidak lebih dari         0,2 %

a) Untuk mendapatkan pH yang optimal
pH optimal untuk darah atau cairan tubuh yang lain adalah 7,4 dan disebut Isohidri.
Karena tidak semua bahan obat stabil pada pH cairan tubuh, sering injeksi dibuat di luar pH cairan tubuh dan berdasarkan kestabilan bahan tersebut.
Pengaturan pH larutan injeksi diperlukan untuk :
1.    Menjamin stabilitas obat, misalnya perubahan warna, efek terapi optimal obat, menghindari kemungkinan terjadinya reaksi dari obat.
2.    Mencegah terjadinya rangsangan / rasa sakit waktu disuntikkan.
Jika pH terlalu tinggi (lebih dari 9) dapat menyebabkan nekrosis jaringan (jaringan menjadi mati), sedangkan pH yang terlalu rendah (di bawah 3) menyebabkan rasa sakit jika disuntikkan. misalnya beberapa obat yang stabil dalam lingkungan asam : Adrenalin HCl, Vit.C, Vit.B1 .

pH dapat diatur dengan cara :
1.    Penambahan zat tunggal , misalnya asam untuk alkaloida, basa untuk golongan sulfa.
2.    Penambahan larutan dapar, misalnya dapar fosfat untuk injeksi, dapar borat untuk obat tetes mata.


Yang perlu diperhatikan pada penambahan dapar adalah :
1.    Kecuali darah, cairan tubuh lainnya tidak mempunyai kapasitas dapar.
2.    Pada umumnya larutan dapar menyebabkan larutan injeksi menjadi hipertonis.
3.    Bahan obat akan diabsorpsi bila kapasitas dapar sudah hilang, maka sebaiknya obat didapar pada pH yang tidak jauh dari isohidri. Jika kestabilan obat pada pH yang jauh dari pH isohidri, sebaiknya obat tidak usah didapar, karena perlu waktu lama untuk meniadakan kapasitas dapar.

b) Untuk mendapatkan larutan yang isotonis
Larutan obat suntik dikatakan isotonis jika :
1.  Mempunyai tekanan osmotis sama dengan tekanan osmotis cairan tubuh ( darah, cairan lumbal, air mata ) yang nilainya sama dengan tekanan osmotis larutan NaCl 0,9 % b/v.
2.    Mempunyai titik beku sama dengan titik beku cairan tubuh, yaitu - 0,520C.

Jika larutan injeksi mempunyai tekanan osmotis lebih besar dari larutan NaCl 0,9 % b/v, disebut " hipertonis ", jika lebih kecil dari larutan NaCl   0,9 % b/v disebut " hipotonis " .
Jika larutan injeksi yang hipertonis disuntikkan, air dalam sel akan ditarik keluar dari sel , sehingga sel akan mengkerut, tetapi keadaan ini bersifat sementara dan tidak akan menyebabkan rusaknya sel tersebut.

Jika larutan injeksi yang hipotonis disuntikkan, air dari larutan injeksi akan diserap dan masuk ke dalam sel, akibatnya dia akan mengembang dan menyebabkan pecahnya sel itu dan keadaan ini  bersifat tetap. Jika yang pecah itu sel darah merah, disebut " Haemolisa ". Pecahnya sel ini akan dibawa aliran darah dan dapat menyumbat pembuluh darah yang kecil.

Jadi sebaiknya larutan injeksi harus isotonis, kalau terpaksa dapat sedikit hipertonis, tetapi jangan sampai hipotonis.
Cairan tubuh kita masih dapat menahan tekanan osmotis larutan injeksi yang sama nilainya dengan larutan NaCl 0,6 - 2,0 % b/v.

Cara Pembuatan Obat Suntik.
Persiapan pembuatan obat suntik :
1.    Perencanaan
Direncanakan dulu, apakah obat suntik itu akan dibuat secara aseptik atau dilakukan sterilisasi akhir ( nasteril  ).
Pada pembuatan kecil-kecilan alat yang digunakan antara lain pinset, spatel, pengaduk kaca, kaca arloji yang disterilkan dengan cara dibakar pada api spiritus.
Ampul, Vial atau flakon beserta tutup karet, gelas piala, erlemeyer, corong yang dapat disterilkan dalam oven 1500 selama 30 menit ( kecuali tutup karet, didihkan selama 30 menit dalam air suling atau menurut FI.ed.III )
Kertas saring, kertas G3, gelas ukur disterilkan dalam otoklaf. Untuk pembuatan besar-besaran di pabrik, faktor tenaga manusia juga harus direncanakan.

2     Perhitungan dan penimbangan
Perhitungan dibuat berlebih dari jumlah yang harus didapat, karena dilakukan penyaringan, kemudian ditimbang. Larutkan masing-masing dalam Aqua p.i  yang sudah dijelaskan cara pembuatannya, kemudian dicampurkan.

3     Penyaringan
Lakukan penyaringan hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam filtrat. Pada pembuatan kecil-kecilan dapat disaring dengan kertas saring biasa sebanyak 2 kali , lalu disaring lagi dengan kertas saring G3.

4     Pengisian ke dalam wadah
Cairan :
Farmakope telah mengatur volume tambahan yang dianjurkan.
Bubuk kering :
       jumlah bubuk diukur dengan jalan penimbangan atau berdasarkan volume, diisi melalui corong.

Pengisian dengan wadah takaran tunggal dijaga supaya bagian yang akan ditutup dengan pemijaran, harus bersih, terutama dari zat organik, karena pada penutupan zat organik  tersebut akan menjadi arang dan menghitamkan wadah sekitar ujungnya .
Membersihkan bagian leher wadah dapat dilakukan dengan :
a.     memberi pelindung pada jarum yang dipakai untuk mengisi wadah.
b.    menyemprot dengan uap air pada mulut wadah obat suntik yang dibuat dengan pembawa berair.

5.    Penutupan Wadah
Wadah dosis tunggal  :
ditutup dengan cara melebur ujungnya dengan api hingga tertutup kedap.
Wadah dosis ganda  :
ditutup dengan karet melalui proses pengurangan tekanan hingga karet tertarik ke dalam. Tutup karet dilapisi dengan tutup alumunium.

6     Penyeterilan ( Sterilisasi )
Sterilisasi menurut Fi.ed.III dan IV.dapat dilakukan sesuai dengan persyaratan masing-masing monografinya dan sifat dari larutan obat suntiknya.

7     Uji sterilitas pada teknik aseptik
Sediaan steril selalu dilakukan Uji Sterilitas sebelum sediaan itu diedarkan ke pasaran.
Uji Sterilitas dapat dilakukan sebagai berikut :
ke dalam salah satu wadah dimasukkan medium biakan bakteri sebagai ganti cairan steril. Tutup wadah dan eramkan pada suhu 320 selama 7 hari. Jika terjadi pertumbuhan kuman, menunjukkan adanya cemaran yang terjadi pada waktu pengisian bahan steril ke dalam wadah akhir yang steril.

Pembuatan larutan injeksi :
Dalam garis besar cara pembuatan larutan injeksi dibedakan :
1.    Cara aseptik
2.    Cara non-aseptik ( Nasteril )

1. Cara aseptic :
Digunakan kalau bahan obatnya tidak dapat disterilkan, karena akan rusak atau mengurai.
Caranya : 
Zat pembawa, zat pembantu, wadah, alat-alat dari gelas untuk pembuatan, dan yang lainnya yang diperlukan disterilkan sendiri-sendiri. Kemudian bahan obat, zat pembawa, zat pembantu dicampur secara aseptik dalam ruang aseptik hingga terbentuk larutan injeksi dan dikemas secara aseptik.

Macam Macam Cara Sterilisasi

1.      Sterilisasi Uap
Adalah proses sterilisasi thermal yang menggunakan uap jenuh dibawah tekanan selama 15 menit pada suhu 121o. Kecuali dinyatakan lain, berlangsung di suatu bejana yang disebut otoklaf, dan mungkin merupakan proses sterilisasi paling banyak dilakukan.                                                                  Alat yang digunakan disebut otoklaf, yaitu suatu panci logam yang kuat  dengan tutup yang berat, mempunyai lubang tempat mengeluarkan uap air beserta krannya, termometer, pengatur tekanan udara, klep pengaman.
Cara kerjanya :  Otoklaf dipanaskan, ventilasi dibuka untuk membiarkan udara keluar. Pengusiran udara pada otoklaf berdinding dua, uap air masuk dari bagian atas dan udara keluar dari bagian bawah yang dapat ditunjukkan pada gelembung yang keluar dari ujung pipa karet dalam air.  Setelah udara bersih, bahan yang akan disterilkan dimasukkan sebelum air mendidih, tutup otoklaf dan dikunci, ventilasi ditutup dan suhu serta tekanan akan naik sesuai dengan yang dikehendaki. Atur klep pengaman supaya tekanan stabil.  Setelah sterilisasi selesai, otoklaf dibiarkan dingin hingga tekanannya sama dengan tekanan atmosfir. Cara sterilisasi ini lebih efektif dibanding dengan pemanasan basah yang lain, karena suhunya lebih tinggi.
Bahan / alat yang dapat disterilkan : Alat pembalut, kertas saring, alat gelas ( buret, labu ukur ) dan banyak obat-obat tertentu.
2.      Sterilisasi Panas Kering
Sterilisasi cara ini menggunakan suatu siklus Oven modern yang dilengkapi udara yang dipanaskan dan disaring. Rentang suhu khas yang dapat diterima di dalam bejana sterilisasi kosong adalah lebih kurang 15o, jika alat sterilisasi beroperasi pada suhu tidak kurang dari 250o .
Alat yang digunakan yaitu Oven yaitu lemari pengering dengan dinding ganda, dilengkapi dengan termometer dan lubang tempat  keluar masuknya udara, dipanaskan dari bawah dengan gas atau listrik.
Bahan / alat yang dapat  disterilkan dengan cara kering  
Alat-alat dari gelas (gelas kimia, gelas ukur, pipet ukur, erlemeyer, botol-botol, corong), bahan obat yang tahan pemanasan tinggi (minyak lemak, vaselin).
Ciri-ciri pemanasan kering :
 1. Yang dipanaskan adalah udara kering
 2.   Proses pembunuhan mikroba berdasarkan oksidasi O2 udara
 3.   Suhu yang digunakan lebih tinggi, kira-kira 150o. Satu gram udara pada suhu 100o, jika   didinginkan menjadi 99o  hanya membebaskan    0,237 kalori.
 4.      Waktu yang diperlukan lebih lama, antara 1 jam sampai 2 jam, kecuali pemijaran.
 5.      Digunakan untuk sterilisasi bahan obat / alat yang tahan  pemanasan tinggi.

3.      Sterilisasi Gas
Bahan aktif yang digunakan adalah gas etilen oksida yang dinetralkan dengan gas inert, tetapi keburukan gas etilen oksida ini adalah sangat mudah terbakar, bersifat mutagenik, kemungkinan meninggalkan residu toksik di dalam bahan yang disterilkan, terutama yang mengandung ion klorida. Pemilihan untuk menggunakan sterilisasi gas ini sebagai alternatif dari sterilisasi termal, jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada sterilisasi uap atau panas kering.
Proses sterilisasinya berlangsung di dalam bejana bertekanan yang didesain seperti pada otoklaf dengan modifikasi tertentu. Salah satu keterbatasan utama dari proses sterilisasi dengan gas etilen oksida adalah terbatasnya kemampuan gas tersebut untuk berdifusi sampai ke daerah yang paling dalam dari produk yang disterilkan.
4.      Sterilisasi dengan Radiasi Ion
Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari radioisotop (radiasi gamma) dan radiasi berkas elektron. Digunakan isotop radio aktif, misalnya Cobalt 60. Pada kedua jenis ini, dosis yang menghasilkan derajat jaminan sterilitas yang diperlukan harus ditetapkan sedemikian rupa hingga dalam rentang satuan dosis minimum dan maksimum, sifat bahan yang disterilkan dapat diterima. Walaupun berdasarkan pengalaman dipilih dosis 2,5 megarad (Mrad) radiasi yang diserap, tetapi dalam beberapa hal, diinginkan dan dapat diterima penggunaan dosis yang lebih rendah untuk peralatan, bahan obat dan bentuk sediaan akhir.
Cara ini dilakukan jika bahan yang disterilkan tidak tahan terhadap sterilisasi panas dan khawatir tentang keamanan etilen oksida. Keunggulan sterilisasi ini adalah reaktivitas kimia rendah, residu rendah yang dapat diukur serta variabel yang dikendalikan lebih sedikit.
5.      Sterilisasi dengan Penyaringan
Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering dilakukan dengan penyaringan menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, hingga mikroba yang dikandungnya dapat dipisahkan secara fisika. Perangkat penyaring umumnya terdiri dari suatu matriks berpori bertutup kedap atau dirangkaikan pada wadah yang tidak permeable. Efektivitas penyaring media atau penyaring subtrat tergantung pada ukuran pori matriks, daya adsorpsi bakteri dari matriks dan mekanisme pengayakan. Penyaring yang melepas serat, terutama yang mengandung asbes harus dihindari penggunaannya kecuali tidak ada penyaringan alternatif  lain yang mungkin bisa digunakan.
Ukuran porositas minimal membran matriks tersebut berkisar 0,2 mm – 0,45 mm tergantung pada bakteri apa yang hendak disaring. Penyaring yang tersedia saat ini adalah selulosa asetat, selulosa nitrat, flourokarbonat, polimer akrilik, polikarbonat, poliester, polivinil klorida, vinil nilon, potef dan juga membran logam.
6.      Sterilisasi dengan Cara Asepstis
Proses ini untuk mencegah masuknya mikroba hidup ke dalam komponen steril  atau komponen yang melewati proses antara yang mengakibatkan produk setengah jadi atau produk ruahan atau komponennya  bebas dari mikroba hidup. 
Cara sterilisasi dengan menggunakan teknik yang dapat memperkecil kemungkinan terjadi cemaran/ kontaminasi dengan mikroba hingga seminimal mungkin.

 













BAB III

PENUTUP

3.1  KESIMPULAN

Sediaan steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi – bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara tradisional keaadan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi relative, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya dapat diduga atas dapat proyeksi kinetis angka kematian mikroba. Metode pembuatan sediaan steril ada dua metode yaitu secara akhir dan aseptis.













DAFTAR PUSTAKA


Drs, H .A. Syamsuni FI. EDISI III .1979 Departemen Kesehatan Republic Indonesia
 IKATAN APOTEKER INDONESIA, 2012, Informasi Specialita obat (ISO) Indonesia, volume 47, penerbit Innovative scientific futuristic informative


Komentar

Postingan populer dari blog ini

preformulasi sediaan teknologi sediaan steril

BAB I PENDAHULUAN I.I TINJAUAN PUSTAKA             Preformulasi terdiri dari kata pre yang artinya sebelum dan formulasi yang artinya perumusan atau penyusunan. Dibidang farmasi preformulasi dapat diartikan sebagai langkah awal yang dilakukan ketika akan membuat formula suatu obat.                preformulasi meliputi pengkajian tentang karakteristik/sifat-sifat dari bahan obat dan bahan tambahan obat yang akan diformulasi.             I.II Tujuan Preformulasi Membuat formula yang tepat sehingga menghasilkan produk akhir berupa sediaan farmasi yang stabil, berkhasiat, aman dan nyaman ketika digunakan. Pertimbangan Umum Preformulasi Sebelum membuat formula sediaan obat, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu : Bentuk sediaan yang akan dibuat Bentuk sediaan farmasi yaitu bentuk padat (puyer, tablet, kapsu...

alkaloid

I.          PEMBAHASAN A.   Pengertian Senyawa Alkaloid Alkaloid adalah senyawa organik yang terdapat di alam bersifat basa atau alkali dan sifat basa ini disebabkan karena adanya atom N (Nitrogen) dalam molekul senyawa tersebut dalam struktur lingkar heterosiklik atau aromatis, dan dalam dosis kecil dapat memberikan efek farmakologis pada manusia dan hewan. Alkaloid juga adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloida berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua alkaloida mengandung paling sedikit satu atom nitrogen. Hampir semua alkaloida yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Misalnya kuinin, morfin dan stiknin adalah alkaloida yang terkenal dan mempunyai efek sifiologis dan fisikologis. Alkaloida dapat ditemukan dalam berbagai bag...