Langsung ke konten utama

preformulasi sediaan teknologi sediaan steril


BAB I

PENDAHULUAN

I.I TINJAUAN PUSTAKA

            Preformulasi terdiri dari kata pre yang artinya sebelum dan formulasi yang artinya perumusan atau penyusunan. Dibidang farmasi preformulasi dapat diartikan sebagai langkah awal yang dilakukan ketika akan membuat formula suatu obat.

               preformulasi meliputi pengkajian tentang karakteristik/sifat-sifat dari bahan obat dan bahan tambahan obat yang akan diformulasi.

           



I.II Tujuan Preformulasi

Membuat formula yang tepat sehingga menghasilkan produk akhir berupa sediaan farmasi yang stabil, berkhasiat, aman dan nyaman ketika digunakan.



Pertimbangan Umum Preformulasi

Sebelum membuat formula sediaan obat, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu :



Bentuk sediaan yang akan dibuat

  1. Bentuk sediaan farmasi yaitu bentuk padat (puyer, tablet, kapsul, suppositoria), bentuk setengah padat (salep, pasta, krim) dan bentuk cair ( larutan, suspensi, emulsi ).
  2. Pemilihan bentuk sediaan obat tergantung pada : 

  • Sifat-sifat fisika kimia zat aktif yang digunakan, yakni kelarutan, ukuran partikel, sifat higroskopis, reaksi-reaksi kimia dll
  • Kerja obat yang diinginkan, secara lokal atau sistemik.
  • Umur si pemakai. Untuk bayi dan anak-anak lebih disukai bentuk pulveres dan sirup. Untuk dewasa umumnya dibuat dalam bentuk tablet, kapsul.

Bahan tambahan obat yang akan digunakan.



Bahan tambahan yang digunakan dalam formulasi harus kompatibel ( dapat tercampurkan ) dengan bahan obat utama ( zat aktif ) dan bahan tambahan yang lain. Bahan tambahan diperlukan untuk :



  1. Mendapatkan bentuk sediaan yang diinginkan ( bentuk tablet, larutan, dll ). Contoh : pada sediaan tablet selain zat aktif, digunakan bahan tambahan berupa bahan pengisi untuk memperbesar volume tablet, bahan pengikat untuk merekatkan serbuk bahan obat, bahan penghancur untuk mempercepat pecahnya tablet di dalam lambung, dan bahan penyalut yang digunakan untuk memperbaiki kestabilan, mengontrol penghancuran dan mempercantik penampilan tablet.
  2. Menjaga kestabilan sediaan obat ( misal : pengawet, pensuspensi, pengelmusi).
  3. Menjaga kestabilan zat aktif ( misal : antioksidan )

Kenyamanan saat penggunaan.

  • Rasa yang tidak enak dari obat dapat ditutupi dengan penambahan corrigens saporis, bau yang tidak enak ditutupi dengan corrigens odoris, dan warna yang kurang menarik ditutupi dengan corrigen colori                               

  • Kenyamanan saat digunakan penting untuk diperhatikan karena akan mempengaruhi kepatuhan si pemakai obat. Jika obat berasa tidak enak maka orang akan tidak suka mengkonsumsinya.
  • Rasa pahit dari obat-obat tertentu misal ampisillin dan amoksisilin dapat diatasi dengan penggunaan bentuk garamnya
  • Sediaan setengah padat harus memenuhi persyaratan yaitu halus, mudah dioleskan, tidak terlalu lengket dan tidak meninggalkan bekas noda pada pakaian 

Kestabilan sediaan obat.



Selama penyimpanan, sediaan obat harus tetap dalam keadaan yang stabil, tidak menampakkan tanda-tanda kerusakan seperti : terjadi perubahan warna, bau, rasa, timbulnya kristal pada permukaan tablet/kaplet, memisahnya air dan minyak pada sediaan krim/emulsi.



Preformulasi sangat penting dilakukan dalam setiap pengembangan sediaan farmsi karena meliputi penelitian farmasetik dan analitik bahan obat untuk menunjang proses pengembangan formulasi.

Sifat suatu sediaan dapat mempengaruhi secara bermakna kecepatan onset efek terapi dari suatu obat, lamanya efek tersebut, dan bentuk pola absorbsi yang dicapai. Oleh karena itu pengembangan praformulasi dan formulasi untuk suatu produk steril harus diintregasikan secara hati – hati dengan pemberian yang dimaksud pada seorang pasien.

Sifat kimia dan fisika suatu obat harus ditentukan, interaksinya dengan tiap bahan yang diinginkan harus dikaji, dan efek dari masing  - masing tahap kestabilannya harus diselidiki dan dimengerti.

Semua komponen harus memiliki kualitas yang sangat baik. Kontaminasi fisika dan kimia tidak hanya menyebabkan iritasi kejaringan tubuh, tetapi jumlah kontaminasi yang sangat kecil tersebut juga dapat menyebabkan degradasi produk sebagai hasil dari perubahan kimia, khususnya selama waktu pemanasan bila digunakan sterilisasi panas.





Cakupan studi praformulasi untuk sediaan injeksi.

1.      Organoleptis

Organoleptis adalah studi praformulasi yang harus dilakukan untuk mengetahui pemerian zat aktif terdiri dari warna, bentuk, aroma dan rasa zat aktif dengan menggunakan terminologi deskriptif. Uji organoleptis sangat berguna dalam melakukan identifikasi awal mengenai suatu zat yang akan dibuat suatu sediaan. Uji ini dilakukan dengan tujuan mengetahui bentuk dari bahan yang akan digunakan dalam formulasi, agar tidak salah dalam mengambil bahan-bahan untuk formulasi. Dalam menentukan zat yang akan digunakan, dapat mengamatinya dari segi bentuk, warna, rasa juga aroma.

A.       Warna

Warna memegang peranan penting dalam identifikasi suatu sediaan sebelum membuat suatu sediaan injeksi. Karena hal yang akan dilihat pertama kali adalah warna dari bahan-bahan itu.warna biasanya merupakan fungsi inheren kimia obat karena terkait dengan ketidakjenuhan. Intensitas warna terkait dengan keberadaan konjugasi ketidakjenuhan di samping keberadaan khromofor , seperti –nh­­2, ­-no2 dan –co­­- (keton) yang mengintensifkan warna.

B.      Bentuk

Bentuk juga memegang peranan yang sangat penting dalam identifikasi. Setelah menentukan warna, biasanya yang dilihat terlebih dahulu adalah bentuk dari bahan itu. Sehingga akan benar-benar yakin bahwa yang digunakan dalam formulasi adalah bahan-bahan yang tepat. 

C.       Bau / aroma

Sebagian zat memiliki aroma yang khas dan kemungkinan bau yang inheren (terkait) dengan keberadaan gugus fugsional yang terdapat dalam molekul obat. Adakalanya zat sama sekali tidak berbau  atau dapat pula berbau pelarut residu pelarut. Hal ini penting karena dalam farmakope ada ketentuan batas maksimal pelarut yang diperbolehkan ada dalam obat (terutama karena alas an toksisitas).

Warna
Rasa
Aroma
Bentuk
Putih
Hampir putih
Putih kekuningan
Kuning
Kuning pucat
Kuning kecoklatan
Krem
Krem pucat
Keabu-abuan
Merah tua
Merah muda
Merah jingga
Merah
Coklat
Asam
Asin
Pahit
Manis
Membakar
Dingin
Pedas
Tidak berasa
Sedikit pahit
Sangat pahit
Aroma minyak permen
Sedikit beraroma cuka
Aroma khas
Aroma menusuk
Aroma aromatik
Aroma lemah
Aroma seperti sulfida
Praktis tidak beraroma
Tidak beraroma
Aroma amin ringan
Aroma tidak enak seperti merkapton
Aroma asam klorida lemah
Hablur
Berserat
Granul
Serbuk halus
Partikel seperti pasir
Serbuk ruah
Higroskopis
Serbuk amorf
Serpihan
Bentuk jarum

Dengan uji organoleptis, dapat mempermudah identifikasi suatu bahan. Terutama bahan yang mengandung aroma yang khas. Daftar beberapa istilah organoleptik dalam fi ed. Iv.

2.      Analisis fisikokimia

Data analitik zat aktif, yang mencakup data kualitatif, data kuantitatif dan kemurnian.

A.       Data kualitatif dan data kuantitatif

Analisis ini merupakan bagian penting dalam studi praformulasi yaitu untuk penetapan identitas dan kadar zat aktif. Untuk penetapan kualitatif biasanya digunakan kromatografi lapis tipis, spectrum serapan inframerah, reaksi warna, spectrum serapan ultraviolet dan reaksi lainnya. Penetapan kadar zat aktif biasanya dilakukan dengan metode spektrofotometri, kromatografi gas, kromatografi cair kinerja tinggi (kckk), titrasi kompleksometri, asam basa, argentometri, iodometri, dan sebagainya. Penetapam kadar dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kadar dari zat aktif yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan.



B.      Kemurnian

Praformulasi harus mempunyai daya memahami kemurnian suatu zat aktif. Ketidakmurnian dapat mempengaruhi stabilitas, misalnya kontaminasi logam dengan kadar seperjuta (ppm) dapat merusak beberapa golongan senyawa tertentu. Kemurnian juga dapat memberikan efek yang lain bagi untuk efek terapi yang di harapkan. Metode lain yang berguna dalam menilai kemurnian adalah analisis termal gravimetri dan diferensial. Mengetahui kemurnian suatu bahan dimaksudkan untuk agar bahan aktif atau bahan tambahan yang digunakan tidak mengalami kontaminan sehingga sediaan steril yang dihasilkan memiliki efek terapi yang maksimal.

Struktur dan bobot molekul. Dari struktur molekul, peneliti dapat membuat penilaian awal menyangkut sifat potensial dan reaktivitas fungsional dari molekul bahan aktif obat.

Suhu lebur. Suhu lebur suatu bahan secara termodinamika didefinisikan sebagai suhu dimana fase cair dan padat berada dalam kesetimbangan. Penentuan suhu lebur merupakan indikasi pertama dari kemurnian bahan karena keberadaan jumlah relative kecil pengotor dapat terdeteksi dengan penurunan atau pelebaran suhu lebur.

Profil analitik termal. Selama sintesis dan isolasi, sampel kemungkinan diekspose terhadap perubahan suhu lingkungan proses yang dapat menunjukkan profil termal apabila sampel dipanaskan antara suhu kamar dan suhu leburnya. Apabila tidak ada masalah karena panas, sampel tidak akan mengabsorbsi atau melepas panas sebelum mencapai suhu leburnya.

Higroskopisitas. Senyawa dikatakan higroskopis jika senyawa tersebut menarik / mengambil kelembapan dan suhu pada kondisi spesifik dalam jumlah signifikan. Tingkat higroskopis yang tinggi dapat mempengaruhi efek yang tidak dikehendaki dari sifat fisika dan kimia suatu bahan obat yang menyebabkan terjadinya perubahan sehingga secara farmasetik sulit atau tidak mungkin dilakukan penanganan secara memuaskan.

Spectra absorben. Molekul dengan struktur tidak jenuh mampu mengabsorbsi cahaya pada rentang frekuensi spesifik. Derajat ketidakjenuhan yang diikuti dengan keberadaan gugus khromofor akan mempengaruhi jumlah absorbsi, baik sinar ultraviolet maupun sinar tampak akan diabsorbsi.

Konstanta ionisasi. Memberikan informasi tentang ketergantungan kelarutan dari senyawa pada ph formulasi. Pka biasanya ditentukan secara titrasi potensiometrik ph atau analisis ph kelarutan.

Aktivitas optikal. Molekul yang mampu memutar cahaya dan cahaya terpolarisasi secara merata dinyatakan sebagai aktif secara optic. Jika bekerja dengan suatu senyawa yang aktif secara optic selama penelitian praforlmulasi, maka sangat penting untuk memantau rotasi optic tersebut karena penentuan kuantitatif secara kimia saja tidak cukup. (agoes, goeswin. 2009)



3.      Sifat-sifat fisikomekanik / karakteristik fisik

Sifat-sifat fisikomekanik mencakup ukuran partikel, luas permukaan, pembahasan higroskopisitas, aliran serbuk, karakteristik pengempaan dan bobot jenis.



1)      Uraian fisik. Uraian fisik dari suatu obat sebelum pengembangan bentuk sediaan penting untuk dipahami, kebanyakan zat obat yang digunakan sekarang adalah bahan padat. Kebanyakan obat tersebut merupakan senyawa kimia murni yang berbentuk amorf atau kristal. Obat cairan digunakan dalam jumlah yang lebih kecil, gas bahkan lebih jarang lagi. Untuk mengembangkan bentuk sediaan maka perlu diketahui tentang uraian fisik suatu bahan agar mempermudah dalam menentukan metode membuat sediaan.

2)      Pengujian mikroskopik. Pengujian mikroskopik dari zat murni (bahan obat) merupakan suatu tahap penting dalam kerja (penelitian) praformulasi. Pengujian ini memberikan indikasi atau petunjuk tentang ukuran partikel dari zat murni seperti juga struktur kristal. Pengujian mikroskopik bertujuan untuk mengetahui tentang ukuran partikel. Sehingga pada saat pembuatan sediaan tetes mata akan diketahui ukuran partikel jika memang bentuk sediaan adalah suspensi.

3)      Ukuran partikel. Ukuran partikel zat yang larut dalam air tidak merupakan masalah  kecil, kecuali dalam bentuk agregat besar, tetapi adakalanya diperlukan untuk meningkatkan kecepatan pelarutan untuk mengurangi waktu proses manufaktur. Karakterstik ukuran dan bentuk partikel dapat ditentukan melalui evaluasi dengan mikroskop electron, optik, atau dengan alat polarisasi yang dapat membuat foto bentuk dan ukuran partikel.  Karakteristik morfologi bahan aktif obat direkam melalui sketsa atau yang lebih teliti melalui fotomikrograf, merupakan dokumen permananen untuk dibandingkan dengan bets selanjutnya.



Sifat-sifat fisika dan kimia tertentu dari zat obat dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, termasuk laju disolusi obat, bioavailabilitas, keseragaman isi, rasa, tekstur, warna dan kestabilan. Sifat-sifat seperti karateristik aliran dan laju sedimentasi juga merupakan faktor-faktor penting yang berhubungan dengan ukuran partikel. Ukuran partikel dari zat murni dapat mempengaruhi formulasi produk. Khususnya efek ukuran partikel terhadap absorpsi obat. Keseragaman isi dalam bentuk sediaan padat sangat tergantung kepada ukuran partikel dan distribusi bahan aktif pada seluruh formulasi yang sama.



4)      Koefisien partisi dan konstanta disosiasi

Koefisien partisi merupakan ukuran lipofilisitas dari suatu senyawa. Diukur dengan menetapkan konsentrasi kesetimbangan suatu obat dalam suatu fasa air (biasanya air) dan suatu fasa minyak (biasanya oktanol atau chloroform) yang satu dengan lainnya berkontak pada suhu konstan. Kebanyakan obat yang larut lemak akan lewat dengan proses difusi pasif sedangkan yang tidak larut lemak akan melewati pembatas lemak dengan transport aktif. Karena hal ini maka perlu mengetahui koefisien partisi dari suatu obat.

Khusus untuk obat yang bersifat larut air maka perlu pula diketahui konstanta disosiasi agar diketahui bentuknya molekul atau ion. Bentuk molekul lebih muda terabsorpsi daripada bentuk ion.



a.       Polimerfisme

Suatu formulasi yang penting adalah bentuk kristal atau bentuk amorf dari zat obat tersebut. Bentuk-bentuk polimorfisme biasanya menunjukkan sifat fisika kimia yang berbeda termasuk titik leleh dan kelarutan. Bentuk polimorfisme ditunjukkan oleh paling sedikit sepertiga dari senua senyawa-senyawa organik.



b.      Kelarutan

Suatu sifat kimia fisika yang penting dari suatu zat obat adalah kelarutan, terutama kelarutan sistem dalam air. Suatu obat harus memiliki kelarutan dalam air agar manjur dalam terapi. Agar suatu obat masuk kedalam sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek terapeutik, obat pertama-tema harus berada dalam bentuk larutan. Senyawa-senyawa yang relative tidak larut seringkali menunjukkan absorpsi yang tidak sempurna atau tidak menentu.

Dalam pembuatan sediaan injeksi kelarutan sangat penting untuk pengembangan larutan yang dapat disuntikkan baik secara intravena maupun intramuscular. Garam asam atau basa mempresentasikan kelompok obat yang dapat mencapai kelarutan obat dalam air yang dibutuhkan. Kelas obat lain, baik berupa molekul netral maupun asam atau basa sanagt lemah umumnya tidak dapat disolubilisasi dalam air dalam rentang ph yang sesuai, sehingga memerlukan penggunaan pelarut non air seperti peg 300 dan 400, propilen glikol, gliserol, etilalkohol, minyak lemak, etiloleat, dan benzilbenzoat.



c.       Disolusi

Perbedaan aktivitas biologis dari suatu zat obat mungkin diakibatkan oleh laju disolusi. Laju disolusi adalah waktu yang diperlukan bagi obat untuk melarut dalam cairan pada tempat absorpsi. Untuk obat yang diberikan secara oral dalam bentuk padatan, laju disolusi adalah tahap yang menentukan laju absorpsi. Akibatnya laju disolusi dapat mempengaruhi onset, intensitas dan lama respon serta bioavailabilitas.



d.      Kestabilan

Salah satu aktivitas yang paling penting dalam praformulasi adalah evaluasi kestabilan fisika dari zat obat murni. Pengkajian awal dimulai dengan menggunakan sampel obat dengan kemurnian yang diketahui. Adanya pengotoran akan menyebabkan kesimpulan yang salah dalam evaluasi tersebut.

Pengkajian praformulasi yang dihubungkan dengan fase praformulasi termasuk kestabilan obat itu sendiri dalam keadaan padat, kestabilan fase larutan dan kestabilan dengan adanya bahan penambah.

Ketidak stabilan kimia dari zat obat dapat mengambil banyak bentuk, karena obat-obat yang digunakan sekarang adalah dari konstituen kimia yang beraneka ragam. Secara kimia, zat obat adalah alcohol, fenol, aldehid, keton, ester-ester, asam-asam, garam-garam, alkaloid, glikosida, dan lain-lain. Masing-masing dengan gugus kimia relative yang mempunyai kecenderungan berbeda terhadap ketidak stabilan kimia. Secara kimia proses kerusakan yang paling sering meliputi hidrolisis dan oksidasi.



5.) Karakteristik larutan

·         Konstanta disosiasi. Konstanta disosiasi digunakan untuk mengetahui ph dalam proses pembuatan sediaan steril. Saat suatu asam ha larut dalam air, sebagian asam tersebut terurai (terdisosiasi) membentuk ion hidronium dan basa konjugasinya. Hubungan dengan pembuatan sediaan injeksi yaitu sediaan  harus sesuai dengan ph yang hampir sama dengan ph darah supaya jika obat di suntikkan dalam tubuh dan tercampur dalam darah maka tidak terjadi nyeri. Dan efek terapinya tercapai.

·         Kelarutan. Semua sifat fisika atau kimia bahan aktif langsung atau tidak langsung akan dipengaruhi oleh kelarutan. Dalam larutan ideal, kelarutan bergantung  pada suhu lebur. Hubungan dengan pembuatan sediaan injeksi yaitu sediaan harus larut dalam pembawanya sehingga ketika sediaan tersebut di suntikkan efek terapinya bisa tercapai dengan cepat.

·         Disolusi. Disolusi merupakan tahap pembatas laju absorbsi suatu obat menuju sirkulasi sistemik.uji ini digunakan untuk mengetahui waktu zat aktif mulai dilepaskan untuk memperoleh kadar yang tinngi dalam darah.

·         Stabilitas. Stabilitas fisika dan kimia dari bahan aktif murni sangat perlu untuk dievaluasi karena jika terdapat keberadaan pengotor dapat menyebabkan kesimpulan yang salah. Hubungan dengan pembuatan injeksi karena pada sediaan injeksi keadaan harus steril dan bebas dari keberadaan pengotor.

Studi praformulasi pada dasarnya berguna untuk menyiapkan dasar yang rasional untuk pendekatan formulasi, untuk memaksimalkan kesempatan keberhasilan memformulasi produk yang dapat diterima oleh pasien dan akhirnya menyiapkan dasar untuk mengoptimalkan produksi obat dari segi kualitas dan penampilan.



Formulasi

Formulasi suatu produk sediaan injeksi meliputi kombinasi dari satu atau lebih bahan dengan zat obat untuk menambahkan kenikmatan, kemampuan terima, atau kefektifan produk tersebut. Zat terapetis suatu senyawa kimia yang mudah mengalami karakteristik reaksi kimia dan fisika dari golongan senyawa dimana zat tersebut termasuk didalamnya. Oleh karena itu harus dibuat penilaian hati-hati untuk setiap kombinasi dua bahan atau lebih untuk memastikan apakah terjadi interaksi merugikan atau tidak dan jika terjadi, cara untuk memodifikasi formulasi sehingga reaksi dapat dihilangkan atau dikurangi.

Jumlah keterangan yang tersedia untuk pembuat formulasi sehubungan dengan sifat fisika dan kimia dari suatu zat terapetis, keterangan sehubungan dengan sifat dasar harus diperoleh, termasuk bobot molekul, kelarutan, kemurnian, sifat koligatif dan reaktifitas kimia. Jadi dalam formulasi sediaan injeksi dapat dirinci sebagi berikut:

A.       Zat aktif (active ingredients)

B.      Zat pembawa/pelarut

C.       Zat pembawa berair atau zat pembawa tidak berair

D.      Zat tambahan (nonactive ingredients/ excipients)

Macam-macam zat pembantu atau excipients dalam pembuatan sediaan injeksi meliputi zat antibakteri, antioksidan, dapar, dan pembantu isotonis. Sebelum mengembangkan formulasi sediaan farmasi dalam bentuk sediaan injeksi, penting sekali terkumpul data yang meliputi bahan:

A.       Zat aktif

B.      Zat tambahan

C.       Zat terlarut

Zat terlarut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan pirogen. Hal ini tidak hanya memerlukan kualitas kimia yang sesuai seperti yang diperoleh, tetapi juga kondisi penyimpanan yang dirancang untuk mencegah kontaminasi, terutama setelah lama dibuka.

D.      Wadah

Bahan utama dari berbagai bahan plastik yang digunakan untuk wadah adalah polimer termoplastik. Kebanyakan bahan plastik yang digunakan dalam bidang medis mempunyai jumlah bahan tambahan yang relatif rendah, beberapa mengandung sejumlah pokok plastisator, pengisi, zat antistatis, antioksidan. Wadah gelas juga biasa digunakan untuk produk yang dapat disuntikkan, gelas pada dasarnya tersusun dari silikon dioksida tetrahedron, dimodifikasi secra fisika kimia dengan oksida-oksida seperti oksida natrium, kalium, kalsium, magnesium, aluminium, boron, besi.

1.      Formulasi umum

R/    zat aktif

Antibakteri

Pengisotonis

Antioksidan

Pendapar

A.       Zat aktif

Zat aktif merupakan bahan yang diharapkan memberikan efek terapetik atau efek lain yang diharapkan. Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan injeksi bersifat larut air atau dipilih bentuk garamnya yang larut air.

Data zat aktif yang diperlukan, meliputi :

Kelarutan. Terutama data kelarutan dalam air dari zat aktif sangat diperlukan, karena bentuk larutan air paling dipilih pada pembuatan sediaan steril. Data kelarutan ini diperlukan untuk menentukan bentuk sediaan. Zat aktif yang larut air membentuk sediaan larutan dalam air, zat aktif yang larut minyak dibuat larutan dalam pembawa minyak. Kelarutan obat akan berpengaruh pada volume injeksi, jika mudah larut maka volume yang diberikan kecil. Sedangkan zat tidak larut dalam kedua pembawa tersebut dibuat sediaan suspense atau dengan kosolven. Jika zat aktif tidak larut dalam air ada beberapa alternatif yang dapat diambil sebelum memutuskan untuk membuat sediaan suspensi atau larutan minyak yaitu dengan mencari  bentuk garam dari zat aktif, melakukan reaksi penggaraman, atau dicari bentuk kompleksnya.

Ph stabilita. Ph stabilita adalah ph dimana penguraian zat aktif paling minimal, sehingga diharapkan kerja farmakologinya optimal. Ph stabilita dicapai dengan menambahkan asam encer, basa lemah atau dapar.

2.      Stabilitas zat aktif

Beberapa faktor yang mempengaruhi penguraian zat aktif adalah

A.       Oksigen (oksidasi). Pada kasus ini, setelah air didihkan maka perlu dialiri gas nitrogen dan ditambahkan antioksidan.

B.      Air (hidrolisis). Jika zat aktif terurai oleh air dapat dipilih alternatif : dibuat ph stabilitanya dengan penambahan asam basa atau buffer. Memilih jenis pelarut dengan polaritas lebih rendah daripada air, seperti campuran pelarut air-gliserin-propilenglikol atau pelarut campur lainnya. Dibuat dalam bentuk kering dan steril yang dilarutkan saat disuntikkan.

C.       Suhu. Jika zat aktif tidak tahan panas dipilih metode sterilisasi tahan panas, seperti filtrasi.

D.      Cahaya. Pengaruh cahaya matahari dihindari dari penggunaan wadah berwarna coklat.

E.       Tak tersatukannya zat aktif. Dapat ditinjau dari segi kimia, fisika, atau farmakologi.

F.       Dosis. Data ini dapat menentukan tonsisitas larutan dan cara pemberian.

G.      Rute pemberian. Rute formulasi yang akan digunakan dapat berpengaruh pada formulasi, dalam hal : volume maksimal sediaan yang dapat dibrikan pada rute tersebut. Pemilihan pelarut dapat disesuaikan dengan rute pemberian. Isotonisitas dri sediaan juga dipengaruhi oleh rute pemberian. Pada larutan intravena iotonisitas menjadi kurang penting selama pemberian dilakukan dengan perlahan untuk memberikan waktu pengenceran dan “adjust” oleh darah. Injeksi intraspinal mutlak harus isotonis.

3.      Bahan pelarut dan pembawa obat suntik

Bahan pembawa injeksi dapat berupa air maupun non air

A.       Pelarut dan pembawa air untuk obat suntik

Sebagian besar produk parenteral menggunakan pembawa air. Hal tersebut dikarenakan kompabilitas air dengan jaringan tubuh, dapat digunakan untuk berbagai rute pemberian, air mempunyai konsta dielektrik tinggi sehingga lebih mudah untuk melarutkan elektrolit yang terionisasi dan ikatan hidrogen yang terjadi akan memfalitasi pelrut dari alkohol, aldehid, keton dan amin.

Syarat air untuk injeksi menurut usp, yaitu : harus dibuat segar dan bebas pirogen. Tidak mengandung lebih dari 10 ppm dari total zat padat. Ph antara 5-7. Tidak mengandung ion-ion klorida, sulfat, kalsium dan amonium, karbondioksida dan kandungan logm berat serta meterial organik (tanin, lignnin). Partikel berada pada batas yang diperbolehkan. Jenis pelarut dan pembawa air yang dapat digunakan untuk obat suntik adalah wfi (water for injection)

Pelarut yang paling sering digunakan dalam obat suntik secara besar– besaran adalah air untuk injeksi atau disebut wfi (water for injection). Persyaratan wfi menurut standar bp (2001) dan ep (2002) tidak boleh mengandung : total karbonorganik tidak boleh lebih dari 0,5 mg per liter. Klorin tidak boleh lebih dari 0,5 ppm. Ammonia tidak boleh lebih dari 0,1 ppm. Nitrat tidak noleh lebih dari 0,2 ppm. Logam berat (cu, fe, pb) tidak boleh lebih dari 0,1 ppm. Oksidator tidak boleh lebih dari 5 ppm. Bebas pirogen. Ph 5,0– 7,0.

Penyimpanan air untuk injeksi (wfi) harus disimpan dalam wadah yang tertutup  rapat pada temperature dibawah atau diatas kisaran temperature  ideal mikroba dapat tumbuh. Air untuk obat suntik bertujuan dalam waktu 24 jam sesudah penampungan

Air pro injeksi. Aqua bidest dengan ph tertentu, tidak mengandung logam berat (timbal, besi, tembaga), juga tidak boleh mengandung ion ca, ck, no3, so4, amonium, no2, co3. Harus steril dan penggunaan diatas 10 ml harus bebas pirogen. Aqua steril pro injeksi adalah air untuk injeksi yang disterilkan dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan lainnya.

Cara pembuatan : didihkan air selama 30 menit dihitung dari setelah air mendidih di atas api lalu didinginkan.

Air pro injeksi bebas co2. Co2 mampu menguraikan garam natrium dari senyawa organik seperti barbiturate dan sulfonamide kembali membentuk asam lemahnya yang mengendap. Cara pembuatan : mendidihkan air selama  20-30 menit lalu dialiri gas nitrogen sambil didinginkan.

Air pro injeksi bebas o2. Dibuat untuk melarutkan zat aktif yang mudah teroksidasi, seperti apomorfin, klorfenoiramin, klorpromazin, ergotamine, metilergotamin, proklorperazin, promazin, promestatin, hcl, sulfamidin, turbokukarin. Cara pembuatan : mendidihkan air selama 20-30 menit dan pada saat pendinginannya dialiri gas nitrogen.

Bacteriostatic water for injection. Merupakan air steril untuk obat suntik yag mengandungsatu atau lebih zat antimikroba yang sesuai.

Sodium chloride injection. Merupakan larutan steril dan isotonic natrium klorida dalamair untuk obat suntik. Larutan tidak mengandung zat antimikroba.

Bacteriostatic sodium chloride injection. Merupakan larutan steril dan isotonic natriumklorida dalam air untuk obat suntik. Larutan mengandung satu atau lebih zatantimikroba yang sesuai dan harus tertera dalam etiket.

4.      Pelarut dan pembawa non air

A.       Minyak

Merupakan lemak tidak berba uatau hampir tidak berbau, tidak tengik. Harus memenuhi persyaratan uji paraffin padat seperti yang tertera pada minyak mineral, tangas pendingin, dipertahankan suhu 10o c, bilangan penyabunan antara 185-200, bilangan iodium 79-128 seperti tertera pada lemak dan minyak lemak dan memenuhi persyaratan sebagaiberikut :

Bahan tak tersabunkan : memenuhi syarat bahan tak tersabunkan seperti tertera dalam lemak dan minyak lemak.

A)      asam lemak bebas : tidak lebih dari 2,0 ml naoh 0,002 n lv diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 10 gram minyak lemak.

B)      monogliserida dan gliserida sintetik dari asam lemak : dapat digunakan jika berupa cairan dan tetap jernih kalau didinginkan pada suhu 10o c dan bilangan iodium tidak lebih dari 140.

Olea neutralisata ad injectionem. Setiap farmakope mencantumkan jenis minyak tumbuhan (nabati) yang berbeda – beda. Minyak kacang (oleum arachidis), minyak zaitun (oleum olivarum), minyak mendel, minyak bunga matahari, minyak kedelai, minyak biji kapuk,dan minyak wijen (oleum sesami) adalah beberapa jenis minyak yang digunakan sebagai pembawa injeksi. Minyak harus netral secara fisiologis dan dapat diterima tubuh dengan baik. Persyaratan untuk tingkat ini adalah tingkat kemurnian yang tinggi dan menunjukkan bilangan asam dan bilangan peroksida yang rendah. Minyak setelah disterilkan disebut olea netralisata ad injectionem.



B.              Bukan minyak

Pelarut dan pembawa bukan minyak yaitu : alcohol, propylenglycol, glycerine, dan lain – lain dicampur air dapat dipakai sebagai pelarut obat suntik, di samping melarutkan, ternyata mempertinggi stabilitasobat dan larutannya pula.

Pembawa non air digunakan jika :

A)      zat aktif tidak larut dalam air

B)      zat aktif terurai dalam air

C)      diinginkan kerja depo dalam sediaan

Syarat umum pembawa non air           

A)      tidak toksik, tidak mengiritasi dan menyebabkan sesitisasi

B)      dapat tersatukan dengan zat aktif

C)      inert secara farmakologi

D)     stabil dalam kondisi dimana sediaan tersebut biasa digunakan

E)      viskositasnya harus sedemikian rupa sehingga dapat disuntikkan dengan mudah

F)       harus tetap cair pada rentang suhu yang cukup lebar

G)      mempunyai titik didih yang tinggi sehingga dapat dilakukan sterilisasi dengan panas

H)      dapat bercampur dengan air atau cairan tubuh

Jenis pelarut non air dan air yang dapat digunakan sebagai pembawa sediaan injeksi adalah

A)      pelarut non air yang dapat bercampur dengan air. Pelarut organik yang dapat bercampur dengan air dapat dijadikan kosolven dalam sediaan injeksi. Bertujuan untuk meningkatkan kelarutan suatu zat aktif yang kurang larut dalam air serta meningkatkan stbilitas zat tertentu yang mudah terhidrolisis. Pelarut yang dapat digunakan adalah etanol, propilenglikol dan gliserin. Campuran pelarut yang dapat menyebabkan iritasi atau peningkatan toksisitas, terutama jika digunakan dalam konsentrasi tinggi. Larutan yang mengandung etanol dengan konsentrsi tinggi dapat menimbulkan rasa sakit ketika disuntikkan. Beberapa produk yang dapt diberikan secara intravena dengan kecepatan injeksi yang terlalu cepat dapat menyebabkan pengendapan obat di dalam pembuluh darah.

B)      pelarut air yang tidak dapat bercampur dengan air. Penggunaan pelarut minyak bertujuan untuk meningkatkan kelarutan zat aktif dan untuk membuat sediaan lepas lambat. Injeki pembawa minyak hanya diberikan secara intra muskular. Salah satu persyaratan minyak untuk parenteral adalah harus tetap jernih bila didinginkan sampai 10oc untuk menjamin kestabilan dan kejernihan selama disimpan di lemari pendingin.

Jenis pembawa non air yang tidak dapat bercampur dengan air dan dapat digunakan sebagai pembawa sediaan injeksi adalah minyak lemak. Karena : campuran ester asam lemak dan gliserol. Minyak berasal dari tumbuhan, seperti minyak kacang, biji kapas, jagung, wijen, kenari, jarak dan zaitun. Pada label sediaan harus dicantumkan jenis pembawa minyak yang digunakan karena pada beberapa orang dapat menimbulkan reaksi alergi.

Minyak mineral tidak dapat digunakan karena tidak dapat dimetabolisme oleh tubuh. Minyak yang digunakan harus berbentuk cair pada suhu kamar dan tidak boleh menjadi tengik. Untuh mencegah ketengikan akibat oksidasi maka dalam formulas dapat ditambahkan antioksidan seperti : bha, bht, tokoferol, propilgalat, dll. Minyak wijen (sesame oil) lebih banyak digunakan untuk sebagian besar injeksi pembawa minyak, karena merupakan minyak yang paling stabil dibandingkan minyak tumbuhan lain (kecuali terhadap cahaya) dan didalamnya sudah mengandung antioksidan alami.

Minyak tumbuhan sering menimbiulkan rasa nyeri sehingga perlu penambahan benzil alkohol 5% sebagai anastetik lokal. Tidak boleh mengandung minyak mineral atau parrafin cair (karena tidak dapat dimetabolisme dal tubuh dan dapat menimbulkan rekasi terhadap jaringan atau tumor). Minyak nabati yang banyak digunakan : ol. Arachidis (minyak kacang), ol. Gossypii, ol. Sesami (minyak wijen), ol. Terebinthinae, ol. Maydis, ol. Olivarium netral, ol. Amigdalarum.

Isopropil miristat. Ester asam lemak yang mempunyai viskositas rendah. Sebagai pembawa tunggal atau kombinasi dengan minyak lemak. Digunakan jenis yang bebas peroksida karena mencegh teroksidasinya bahan berkhasiat dan minyak yang digunakan.

Benzil benzoate. Merupakan cairan berminyak yang tidak berwarna dan bau yang khas. Biasanya digunakan bersama dengan pembawa lain (sebagai kosolven) misal pada injeksi dimerkapol dan hidroksiprogesteron.

Etil oleat. Viskositas lebih rendah dan lebih mudah diabsorbsi oleh jaringan dibandingkan dengan minyak lemak. Sebagai pembawa tunggal atau kosolven dalam injeksi hormon seperti injeksi dioksikortison asetat, estradiol monobenzoat, progesterondan testosteron propinoat.

5.      Zat tambahan

Zat tambahan pada sediaan steril digunakan untuk :

A)      meningkatkan kelarutan zat aktif

B)      menjaga stabilitas zat aktif

C)      menjaga sterilitas untuk sediaan multiple dose

D)     mempermudah dan menjaga keamanan pemberian

Syarat bahan tambahan :

A)      inert secara farmakologi , fisika, maupunkimia

B)      tidak toksik dalam jumlah yang diberikan

C)      tidak mempengaruhi pemeriksaan obat

A.       Pengatur tonisitas

Isotonis

Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah merah sehingga tidak terjadi pertukaran cairan diantara keduanya, maka larutan tersebut dikatakan isotonis (ekivalen dengan 0,9% nacl).

Sel darah merah dalam larutan :

Hipotonis : mengembang kemudian pecah, karena air berdifusi ke dalam sel (hemolysis). Keadaan hipotonis kurang dapat ditoleransi, karena pecahnya sel bersifat irreversible

Hipertonis : kehilangan air dan mengkerut (krenasi), keadaan ini cukup dapat ditoleransi.

Larutan perlu isotonis agar : mengurangi kerusakan jaringan dan iritasi. Mengurangi hemolisis sel darah. Mencegah ketidakseimbangan elektrolit. Mengurangi sakit pada daerah injeksi

Larutan isotonis tidak selalu mungkin karena : konsentrasi obat tinggi, tetapi batas volume injeksi kecil. Variasi dosis pemberian. Metode pemberian. Pertimbangan stabilitas produk

Isoosmotik

Jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan osmose serum darah, maka larutan dikatakan isoosmotik.

Hipotonis

Turunnya  titik beku  kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serumdarah, sehingga menyebabkan air akan  melintasi membrane sel darah merah yang semi permeabel memperbesar volume sel darah merah dan menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel. Tekanan yang lebih besar menyebabkan pecahnya sel– sel darah merah, yang disebut hemolisa.

Hipertonis

Turunnya titik beku besar, yaitu tekanan osmosenya lebih tinggi dari serum darah,sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah melintasi membranesemipermeabel dan mengakibatkan terjadinya penciutan sel– sel darah merah, yangdisebut plasmolisa.

Beberapa cara dapat menjadikan larutan isotonis :

A)              penurunan titik beku

W = (0,52– a) / b

W = jumlah (g) bahan pembantu isotonic dalam 100 ml larutan

A = turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung denganmemperbanyak nilai untuk larutann 1% b/v.

B = turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1% b/v bahan pembantuisotonis.

B)      kesetaraan dengan garam  natrium  klorida. Ekivalensi natrium klorida  memberikan  jumlah  natrium  klorida (g) yang menghasilkan tekanan osmotic sama seperti 1 gram bahan obat dnegan syarat bahwa baik natrium klorida maupun bahan obat berada dalam larutan bervolume sama. Maka, 1 gram bahan obat ekuivalen dengan tekanan osmoticdari x gram natrium klorida. Dengan bantuan ekuivalensi natrium klorida, kitadapat menghitung volume air yang dibutuhkan untuk membuat larutan bahanobat isotonik.

C)      kesetaraan volume isotonic. Perhitungan didasarkan pada kenyataan bahwa larutan isotonic ditambahlarutan isotonic hasilnya larutan isotonic.

Rumus : v = w x e x 111,1

V = volume larutan bahan obat isotonic yang dicari (ml)

W = masa bahan obat (g) dan larutan yang dibuat

E = ekuivalensi natrium klorida

111,1 = volume larutan isotonic (ml) yang mengandung 1 gram natriumklorida = 111,1 ml

Perhitungan dengan tetapan liso

Berlaku bila tidak ada data pada tabel penurunan titik beku.tahapan perhitungan : cari bahan molekul obat. Berdasarkan struktur kimia senyawa, tentukan tipe isotoniknya. Cari harga liso dari tabel berdasarkan tipe isotonic. Hitung dengan rumus dt f = liso. C penurunan titik beku.

Hitung selisih penurunan titik beku. Hitung kekurangan tonisitas. Dengan melihat tabel, hitung kekurangan zat untuk mencapai isotonic.



Cara faktor disosiasi (farmakope belanda vi)

Telah ditetapkan bahwa larutan nacl 0,9% b/v isotonis dengan cairan tubuh. Tekanan osmosis larutan sebanding dengan jumlah bagian-bagian dalam larutan. Dalam larutan encer, dapat dikatakan bahwa garam-garam terdisosiasi sempurna.

Dari sebuah molekul nacl terbentuk 2 (dua) ion. Jadi faktor disosiasi nacl = 2; lebih tepat sebetulnya 1,8 karena ada sedikit kesetimbangan reaksi.    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

sediaan steril

BAB I PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Sediaan parental yang diberikan secara penyuntikan intravena, subkutan, dan intramuscular merupakan rute pemberian obat yang kritis jika dibandingkan dengan pemberian obat-obatan secara oral. Semakin meningkatnya perkembangan ilmu bioteknologi telah meningkat pula jumlah yang diproduksi secara bioteknologi seperti obat peptide dan atau produk gen. pada abad mendatang (sekarang sudah mulai) beberapa obat peptide dan obat lainnya akan dihasilkan menurut prinsip bioteknologi. Penyuntikan yang diperlukan, baik untuk respon terapeutik yang cepat maupun  untuk obat yang tidak tersedia untuk rute non-injeksi. Penggunaan awal sediaan parental menimbulkan banyak masalah dan berkembang relative lambat. Padahal Pasteur dan Lister telah mengetahui pentingnya melakukan sterilisasi untuk mengeliminasi mikroorganisme pathogen sejak tahun 1860-an. Tetapi, teknologi sterilisasi tidak berkembang secara signifikan. Sebagai contoh, autoklaf sudah...

alkaloid

I.          PEMBAHASAN A.   Pengertian Senyawa Alkaloid Alkaloid adalah senyawa organik yang terdapat di alam bersifat basa atau alkali dan sifat basa ini disebabkan karena adanya atom N (Nitrogen) dalam molekul senyawa tersebut dalam struktur lingkar heterosiklik atau aromatis, dan dalam dosis kecil dapat memberikan efek farmakologis pada manusia dan hewan. Alkaloid juga adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloida berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua alkaloida mengandung paling sedikit satu atom nitrogen. Hampir semua alkaloida yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Misalnya kuinin, morfin dan stiknin adalah alkaloida yang terkenal dan mempunyai efek sifiologis dan fisikologis. Alkaloida dapat ditemukan dalam berbagai bag...