DAFTAR ISI
3.2 Saran...............................................................................................................................10
1.1 Definisi Laboratorium
Laboratorium (disingkat lab) adalah tempat riset ilmiah,
eksperimen, pengukuran ataupun pelatihan ilmiah dilakukan. Laboratorium
biasanya dibuat untuk memungkinkan dilakukannya kegiatan-kegiatan tersebut
secara terkendali (Anonim, 2007). Sementara menurut Emha (2002), laboratorium
diartikan sebagai suatu tempat untuk mengadakan percobaan, penyelidikan, dan
sebagainya yang berhubungan dengan ilmu fisika, kimia, dan biologi atau bidang
ilmu lain.
Pengertian lain menurut Sukarso (2005), laboratorium
ialah suatu tempat dimana dilakukan kegiatan kerja untuk mernghasilkan sesuatu.
Tempat ini dapat merupakan suatu ruangan tertutup, kamar, atau ruangan terbuka,
misalnya kebun dan lain-lain.
Berdasarkan definisi tersebut, laboratorium adalah suatu tempat yang digunakan untuk melakukan percobaan maupun pelatihan yang berhubungan dengan ilmu fisika, biologi, dan kimia atau bidang ilmu lain, yang merupakan suatu ruangan tertutup, kamar atau ruangan terbuka seperti kebun dan lain-lain.
Berdasarkan definisi tersebut, laboratorium adalah suatu tempat yang digunakan untuk melakukan percobaan maupun pelatihan yang berhubungan dengan ilmu fisika, biologi, dan kimia atau bidang ilmu lain, yang merupakan suatu ruangan tertutup, kamar atau ruangan terbuka seperti kebun dan lain-lain.
1.2 Peran dan fungsi laboratorium
Anonim
(2003), bahwa fungsi dari laboratorium adalah sebagai berikut :
1.Laboratorium sebagai sumber belajar
Tujuan pembelajaran fisika dengan banyak variasi dapat digali, diungkapkan, dan dikembangkan dari laboratorium. Laboratorium sebagai sumber untuk memecahkan masalah atau melakukan percobaan. Berbagai masalah yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran terdiri dari 3 ranah yakni: ranah pengetahuan, ranah sikap, dan ranah keterampilan/afektif.
2.Laboratorium sebagai metode pembelajaran
Di dalam laboratorium terdapat dua metode dalam pembelajaran yakni metode percobaan dan metode pengamatan
1.Laboratorium sebagai sumber belajar
Tujuan pembelajaran fisika dengan banyak variasi dapat digali, diungkapkan, dan dikembangkan dari laboratorium. Laboratorium sebagai sumber untuk memecahkan masalah atau melakukan percobaan. Berbagai masalah yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran terdiri dari 3 ranah yakni: ranah pengetahuan, ranah sikap, dan ranah keterampilan/afektif.
2.Laboratorium sebagai metode pembelajaran
Di dalam laboratorium terdapat dua metode dalam pembelajaran yakni metode percobaan dan metode pengamatan
3. Laboratorium
sebagai prasarana pendidikan
Laboratorium sebagai prasarana pendidikan atau wadah proses pembelajaran. Laboratorium terdiri dari ruang yang dilengkapi dengan berbagai perlengkapan dengan bermacam-macam kondisi yang dapat dikendalikan, khususnya peralatan untuk melakukan percobaan.
Laboratorium sebagai prasarana pendidikan atau wadah proses pembelajaran. Laboratorium terdiri dari ruang yang dilengkapi dengan berbagai perlengkapan dengan bermacam-macam kondisi yang dapat dikendalikan, khususnya peralatan untuk melakukan percobaan.
1.3 Jenis laboratorium
Jenis laboratorium dapat
dikategorikan berdasarkan fungsinya, antara lain sebagai berikut.
·
Laboratorium
Riset
·
Laboratorium
Analisis
·
Laboratorium
Uji
·
Laboratorium
Pengajaran
1.3.1 Laboratorium Riset
Laboratorium yang digunakan untuk
melakukan riset-riset ilmiah dalam bidang ilmu tertentu. Contoh:
·
Laboratorium
Naval Medical Research Unit 2 (NAMRU-2) milik Angkatan Laut AS di Jakarta
·
Laboratorium
Lab. Fisika Teoretik Energi Tinggi, ITB
1.3.2 Laboratorium Analisis
Laboratorium tempat menganalisis
kandungan bahan (sampel) tertentu.Laboratorium kategori ini banyak bergerak
dalam bidang kesehatan dan lingkungan.Contoh:
·
Laboratorium
Kesehatan Provinsi Lampung
·
Laboratorium
Prodia Lampung
1.3.3 Laboratorium Uji
Laboratorium tempat menguji kualitas atau
kekuatan produk/barang tertentu.
Contoh:
·
Laboratorium
beton pada beberapa Fakultas Teknik Sipil Perguruan tinggi
·
Laboratorium
aerodinamis (terowongan angin imdustri pesawat terbang)
·
Laboratorium
uji mutu kopi milik Nestle
1.3.4 Laboratorium Pengajaran
Laboratorium tempat
berlangsungnya pembelajaran secara praktek dalam bidang ilmu tertentu. Laboratorium di lembaga-lembaga pendidikan:
sekolah (SD-SMA), politeknik, akademi, institut, atau universitas. Laboratorium pengajaran biasanya klasifikasikan
menurut bidang ilmu tertentu. Contoh:
·
Laboratorium
IPA (di SD/MI dan SMP/MTs)
·
Laboratorium
Fisika, Kimia, Biologi (di SMA/MA)
·
Laboratorium
Botani, Zoologi, Genetika, Ekologi (Jur.
Biologi FMIPA universitas)
1.4
DesainLaboratorium yang aman
Desain laboratorium berarti bagaimana bentuk
laboratorium, dan bagian serta perlengkapan yang harus ada :
Beberapa criteria dalam mendesain
laboratorium kimia :
·
Letak laboratorium terhadap lingkungan
- Arah utara selatan (tidak menghadap sinar matahari)
- Tidak terletak di arah angin untuk mencegah menyebarnya pencemaran udara
- Cukup jauh dengan sumber air untuk mencegah terjadinya pencemaran air
- Mempunyai saluran pembuangan limbah sendiri untuk mencegah terjadinya pencemaran air, tanah dan udara
- Cukup jauh dari bangunan lain sehingga keamanan dan ventilasi terjamin
- Mudah dikontrol keamanannya
·
Keberadaan ruang
- Setiap siswa sebaiknya memperoleh ruang untuk pembelajaran seluas 2,5 m^2
- Ruang pembelajaran lebih baik berbentuk bujur sangkar
- Terdapat ruang persiapan bagi pengampu, asisten, dan laboran untuk menyiapkan praktikum
- Terdapat ruang gudang untuk menyimpan alat dan bahan yang belum digunakan
- Terdapat ruang gelap untuk pemrosesan foto dan melakukan percobaan bebas cahaya (bila diperlukan)
- Terdapat ruang timbang yang bebas dari zat kimia dan getaran yang dipergunakan untuk menimbang dan menyimpan neraca
- Terdapat pintu dan jendela yang lebar dan membuka kearah luar
- Lantai ruangan rata dan tidak licin.
Beberapa
contoh desain dan tata ruang laboratorium dapat di lihat pada gambar berikut :
Lemari asam
Lemari
asam dalam laboratorium sangat diperlukan dan menjadi saran pendukung
laboratorium . Ada beberapa fungsi lemari asam:
1. Tempat reaksi kimia yang
menggunakan bahan bahan yang mudah menguap, gas yang berbahaya
2.
Tempat transfer bahan bahan kimia dan biologi
3. dll
Sirkulasi
udara dalam sistem lemari asam memegang peranan kunci dari aman tidaknya lemari
asam. Disamping itu bahan bahan yang digunakan dalam lemari asam sebaiknya
tahan terhadap bahan kimia.
Ada
tiga komponen kimia yang perlu diperhatikan dalam pemeilihan bahan lemari
asam/fume hood. Kompone tersebut adalah:
1. Tahan terhadap bahan
bahan kimia organik seperti pelarut oragnik
2. Tahan terhadap bahan
kimia yang bersifat korosif seperti asam dan bahasa.
3. Tahan terhadap ledakan.
Contoh
lemari asam buatan luar negeri (Cole Parmer)
Contoh lemari asam buatan lokal (Model RA 120
M)
1.4 Jenis-jenis Bahaya dalam Laboratorium
Menurut Nuryani R (2005 : 142)
jenis-jenis bahaya dalam laboratorium diantaranya adalah ;
a. Kebakaran,
sebagai akibat penggunaan bahan-bahan kimia yang mudah terbakar seperti pelarut
organik, aseton, benzene, etil alcohol, etil eter, dll.
b. Ledakan, sebagai
akibat reaksi eksplosif dari bahan-bahan reaktif seperti oksidator.
c. Keracunan bahan
kimia yang berbahaya, seperti arsen, timbal, dll.
d. Iritasi yaitu
peradangan pada kulit atau saluran pernapasan dan juga pada mata sebagai kontak
langsung dengan bahan-bahan korosif.
e. Luka pada kulit
atau mata akibat pecahan kaca, logam, kayu dll
f. Sengatan
listrik.
Beberapa sumber bahaya yang berpotensi
menimbulkan kecelakaan kerja dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Bahan Kimia.
Meliputi
bahan mudah terbakar, bersifat racun, korosif, tidak stabil, sangat reaktif,
dan gas yang berbahaya. Penggunaan senyawa yang bersifat karsinogenik dalam
industri maupun laboratorium merupakan problem yang signifikan, baik karena
sifatnya yang berbahaya maupun cara yang ditempuh dalam penanganannya. Beberapa
langkah yang harus ditempuh dalam penanganan bahan kimia berbahaya meliputi
manajemen, cara pengatasan, penyimpanan dan pelabelan, keselamatan di
laboratorium, pengendalian dan pengontrolan tempat kerja, dekontaminasi,
disposal, prosedur keadaan darurat, kesehatan pribadi para pekerja, dan
pelatihan. Bahan kimia dapat menyebabkan kecelakaan melalui pernafasan (seperti
gas beracun),
serapan
pada kulit (cairan), atau bahkan tertelan melalui mulut untuk padatan dan
cairan. Bahan kimia berbahaya dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori
yaitu, bahan kimia yang eksplosif (oksidator, logam aktif, hidrida, alkil
logam, senyawa tidak stabil secara termodinamika, gas yang mudah terbakar, dan
uap yang mudah terbakar).
Bahan
kimia yang korosif (asam anorganik kuat, asam anorganik lemah, asam organik
kuat, asam organik lemah, alkil kuat, pengoksidasi, pelarut organik). Bahan
kimia yang merusak paru-paru (asbes), bahan kimia beracun, dan bahan kimia
karsinogenik (memicu pertumbuhan sel kanker), dan teratogenik.
Keracunan akibat penyerapan zat kimia beracun (toxic) baik melalui oral maupun kulit. Keracunan dapat bersifat akut atau kronis. Akut artinya dapat memberikan akibat yang
dapat dilihat atau dirasakan dalam waktu singkat. Misalnya, keracunan fenol
dapat
menyebabkan diare dan
keracunan karbon monoksida dapat menyebabkan
pingsan
atau kematian dalam waktu singkat.
Kronis artinya pengaruh dirasakan setelah waktu yang
lama, akibat
penyerapan bahan kimia yang terakumulasi terus menerus. Contoh
menghirup
udara benzena, kloroform, atau karbon tetraklorida terus menerus dapat menyebabkan sakit hati (lever). Uap timbal dapat menyebabkan
kerusakan
dalam darah.
Iritasi dapat berupa luka, atau peradangan pada kulit, saluran pernapasan dan mata akibat kontak
dengan bahan kimia korosif, seperti asam sulfat, gas klor, dll.
Luka kulit dapat terjadi sebagai akibat bekerja dengan alat gelas. Kecelakaan ini sering terjadi pada tangan
atau mata karena pecahan kaca.
Luka bakar atau
kebakaran
disebabkan
kurang hati-hati
dalam menangani pelarut- pelarut organik yang mudah terbakar,
seperti eter dan etanol. Hal yang sama dapat
diakibatkan oleh
peledakan
bahan
reaktif peroksida dan
perklorat.
b. Aliran Listrik
Penggunaan
peralatan dengan daya yang besar akan memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk
terjadinya kecelakaan kerja. Beberapa faktor yang harus diperhatikan antara
lain:
(1). Pemakaian safety switches yang
dapat memutus arus listrik jika penggunaan melebihi limit/batas yang ditetapkan
oleh alat.
(2). Improvisasi terhadap peralatan listrik
harus memperhatikan standar keamanan dari peralatan.
(3). Penggunaan peralatan yang sesuai dengan
kondisi kerja sangat diperlukan untuk menghindari kecelakaan kerja.
(4) Berhati-hati dengan air. Jangan pernah
meninggalkan perkerjaan yang memungkinkan peralatan listrik jatuh atau
bersinggungan dengan air. Begitu juga dengan semburan air yang langsung
berinteraksi dengan peralatan listrik.
(5). Berhati-hati dalam membangun atau
mereparasi peralatan listrik agar tidak membahayakan penguna yang lain dengan
cara memberikan keterangan tentang spesifikasi peralatan yang telah direparasi.
(6). Pertimbangan bahwa bahan kimia dapat
merusak peralatan listrik maupun isolator sebagai pengaman arus listrik. Sifat
korosif bahan kimia dapat menyebabkan kerusakan pada komponen listrik.
(7). Perhatikan instalasi listrik jika
bekerja pada atmosfer yang mudah meledak. Misalnya pada lemari asam yang
digunakan untuk pengendalian gas yang mudah terbakar.
(8).
Pengoperasian suhu dari peralatan listrik akan memberikan pengaruh pada bahan
isolator listrik. Temperatur sangat rendah menyebabkan isolator akan mudah
patah dan rusak. Isolator yang terbuat dari bahan polivinil clorida (PVC)
tidak baik digunakan pada suhu di bawah 0 ºC. Karet silikon dapat digunakan
pada suhu –50 ºC. Batas maksimum pengoperasian alat juga penting untuk
diperhatikan. Bahan isolator dari polivinil clorida dapat digunakan
sampai pada suhu 75 ºC, sedangkan karet silikon dapat digunakan sampai pada
suhu 150 ºC.
c. Radiasi
Radiasi
dapat dikeluarkan dari peralatan semacam X-ray difraksi atau radiasi internal
yang digunakan oleh material radioaktif yang dapat masuk ke dalam badan manusia
melalui pernafasan, atau serapan melalui kulit. Non-ionisasi radiasi seperti
ultraviolet, infra merah, frekuensi radio, laser, dan radiasi elektromagnetik
dan medan magnet juga harus diperhatikan dan dipertimbangkan sebagai sumber
kecelakaan kerja.
d. Mekanik.
Walaupun
industri dan laboratorium modern lebih didominasi oleh peralatan yang
terkontrol oleh komputer, termasuk di dalamnya robot pengangkat benda berat,
namun demikian kerja mekanik masih harus dilakukan. Pekerjaan mekanik seperti
transportasi bahan baku, penggantian peralatan habis pakai, masih harus
dilakukan secara manual, sehingga kesalahan prosedur kerja dapat menyebabkan
kecelakaan kerja. Peralatan keselamatan kerja seperti helmet, sarung tangan,
sepatu, dan lain-lain perlu mendapatkan perhatian khusus dalam lingkup
pekerjaan ini.
e. A p i.
Hampir
semua laboratorium atau industri menggunakan bahan kimia dalam berbagai variasi
penggunaan termasuk proses pembuatan, pemformulaan atau analisis. Cairan mudah
terbakar yang sering digunakan dalam laboratorium atau industri adalah
hidrokarbon. Bahan mudah terbakar yang lain misalnya pelarut organik seperti
aseton, benzen, butanol, etanol, dietil eter, karbon disulfida, toluena,
heksana, dan lain-lain. Para pekerja harus berusaha untuk akrab dan mengerti
dengan informasi yang terdapat dalam Material Safety Data Sheets (MSDS).
Dokumen MSDS memberikan penjelasan tentang tingkat bahaya dari setiap bahan
kimia, termasuk di dalamnya tentang kuantitas bahan yang diperkenankan untuk
disimpan secara aman.
Sumber
api yang lain dapat berasal dari senyawa yang dapat meledak atau tidak stabil.
Banyak senyawa kimia yang mudah meledak sendiri atau mudah meledak jika
bereaksi dengan senyawa lain. Senyawa yang tidak stabil harus diberi label pada
penyimpanannya. Gas bertekanan juga merupakan sumber kecelakaan kerja akibat
terbentuknya atmosfer dari gas yang mudah terbakar.
Kebakaran merupakan salah satu
bahaya di laboratorium. Berdasarkan klasifikasi oleh NFPA (National Fire
Protection Agency), api dapat diklasifikasikan menjadi:
1.
Kelas A, yaitu jenis api biasa yang berasal dari kertas, kayu, atau plastic
yang terbakar
2.
Kelas B, yaitu jenis api yang ditimbulkan oleh zat mudah terbakar dan mudah
menyala seperti bensin, kerosin, pelarut organic umum yang digunakan di
laboratorium.
3.
Kelas C, yaitu jenis api yang timbul dari peralatan listrik
4.
Kelas D, yaitu jenis api yang timbul dari logam mudah menyala seperti
magnesium, titanium, kalium, dan natrium.
Jika terjadi kebakaran, alat
pemadam kebakaran (fire extinguisher) yang digunakan harus disesuaikan
dengan penyebab timbulnya api. Beberapa jenis pemadam kebakaran yang dapat
digunakan adalah:
1.
Air (water extinguisher); Sangat cocok untuk api kelas A, tetapi tidak cocok
untuk api kelas B, C, dan D.
2.
Uap air (watermist extinguisher); Sangat cocok untuk api kelas A dan C
3.
Bahan kimia kering (dry chemical extinguisher); Sangat berguna untuk api kelas
A, B, dan C dan merupakan pilihan terbaik untuk semua jenis kebakaran.
Jenis dray chemical extinguisher yang digunakan adalah:
a)
Untuk api kelas B dan C, bahan kimia yang digunakan mengandung natrium atau
kalium karbonat
b)
Untuk api kelas A, B, dan C, bahan kimia yang digunakan mengandung ammonium
fosfat
4.
Karbondioksida (CO2 extinguisher); Dipergunakan bagi api kelas B dan C
pemadaman kebakaran dari karbondioksida lebih baik dari dry chemichhal
karena tidak meninggalkan zat berbahaya sesudahnya. Paling baik digunakan untuk
api yang berasal dari listrik.
5.
Personal Protective Equipment (PPE); Perlengkapan pelindung individu (personal
protective equipment) yang umumnya harus digunakan adalah jas laboratorium,
sarung tangan, masker, sepatu pengaman, dan pelindung mata.
f. Suara (kebisingan).
Sumber
kecelakaan kerja yang satu ini pada umumnya terjadi pada hampir semua industri,
baik industri kecil, menengah, maupun industri besar. Generator pembangkit
listrik, instalasi pendingin, atau mesin pembuat vakum, merupakan sekian contoh
dari peralatan yang diperlukan dalam industri. Peralatan-peralatan tersebut
berpotensi mengeluarkan suara yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja dan
gangguan kesehatan kerja. Selain angka kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin,
para pekerja harus memperhatikan berapa lama mereka bekerja dalam lingkungan
tersebut. Pelindung telinga dari kebisingan juga harus diperhatikan untuk
menjamin keselamatan kerja.
Laboratorium menghadapi beragam resiko, dari dalam
laboratorium maupun dari luar laboratorium. Beberapa resiko mungkin hanya
mempengaruhi laboratorium itu sendiri, tapi beberapa resiko bisa mempengaruhi
perusahaan atau lembaga dimana laboratorium itu berada, atau bahkan
mempengaruhi masyarakat secara umum.
g. Keadaan Darurat Skala Besar dan Situasi Sensitif
Ada banyak jenis kejadian skala
besar dan situasi sensitif yang bisa mempengaruhi perusahaan atau lembaga
sampai ketingkat operasional perusahaan,misalnya :
1)
Kebakaran
2)
Banjir
3)
Gempa Bumi
4)
Pemadaman Listrik
5)
Tumpahan atau lepasnya bahan berbahaya
6)
Peneliti atau penelitian berbau politis atau kontroversi
7)
Hilangnya bahan atau peralatan laboratorium
8)
Hilangnya data atau sistem komputer
h. Pelanggaran
Keamanan
Pelanggaran keamanan secara
sengaja atau tidak, bisa dilakukan oleh petugas, pegawai atau orang luar.
Beberapa pelanggaran keamanan, meliputi ;
Pencurian atau penyalahgunaan peralatan bernilai tinggi
Pencurian atau penyalahgunaan peralatan bernilai tinggi
·
Pencurian atau penyalah gunaan
bahan kimia untuk kegiatan ilegal
·
Pelepasan bahan kimia berbahaya
secara sengaja atau tidak
·
Eksperimentasi laboratorium
secara tidak sah
i. Bahaya Hayati
Bahaya hayati merupakan masalah
di laboratorium yang menangani mikroorganisme atau bahan yang terkontaminasi
mikroorganisme.
Bahaya bahaya ini muncul biasanya muncul di laboratorium penelitian kimia dan penyakit menular, dan tidak menutup kemungkinan muncul di laboratorium mikrobiologi.
Bahaya bahaya ini muncul biasanya muncul di laboratorium penelitian kimia dan penyakit menular, dan tidak menutup kemungkinan muncul di laboratorium mikrobiologi.
Penilaian resiko bahan hayati
berbahaya perlu mempertimbangkan beberapa faktor, seperti :
·
organisme yang dimanipulasi
·
perubahan yang dilakukan terhadap
organisme tersebut
·
aktifitas yang akan dilakukan
dengan organisme tersebut
j.
Limbah Berbahaya
Hampir setiap laboratorium
menghasilkan limbah. Limbah adalah bahan yang dibuang atau hendak dibuang, atau
tidak lagi berguna sesuai peruntukannya.
Limbah juga meliputi item seperti bahan bekas laboratorium sekali pakai, media filter, larutan cair, dan bahan kimia berbahaya.
Limbah juga meliputi item seperti bahan bekas laboratorium sekali pakai, media filter, larutan cair, dan bahan kimia berbahaya.
Limbah dianggap berbahaya jika
memiliki salah satu sifat berikut ini :
·
Bisa menyulut api
·
Korosif
·
Reaktif
·
Beracun
k.
Bahaya Fisik
Beberapa kegiatan di laboratorium menimbulkan resiko
fisik bagi petugas karena zat atau peralatan yang digunakan, seperti misalnya :
1)
Gas yang dimampatkan
2)
Kriogen tidak mudah menyala
3)
Reaksi tekanan tinggi
4)
Kerja vakum
5)
Bahaya frekuensi radio dan gelombang mikro
6)
Bahaya listik
Petugas di laboratorium juga menghadapi bahaya di
tempat kerja umum akibat kondisi atau aktifitas di laboratorium, seperti :
1)
Luka terpotong
2)
Tergelincir
3)
Tersandung
4)
Terjatuh
1.5 Simbol-simbol bahan kimia berbahaya
Simbol
bahaya adalah
simbol dikenali dirancang untuk memperingatkan tentang bahan berbahaya, lokasi,
atau benda, termasuk arus listrik, racun, dan hal-hal lain. Penggunaan
simbol-simbol bahaya sering diatur oleh hukum dan diarahkan oleh organisasi
standar. Simbol bahaya mungkin muncul dengan warna yang berbeda, latar
belakang, perbatasan dan informasi tambahan dalam rangka untuk menentukan jenis
bahaya.
Simbol bahaya digunakan
untuk pelabelan bahan-bahan berbahaya menurut Peraturan tentang Bahan
Berbahaya (Ordinance on Hazardeous Substances).
Peraturan tentang Bahan Berbahaya (Ordinance
on Hazardeous Substances) adalah suatu aturan untuk melindungi/menjaga
bahan-bahan berbahaya dan terutama terdiri dari bidang keselamatan kerja. Arah Peraturan
tentang Bahan Berbahaya (Ordinance on Hazardeous Substances) untuk klasifikasi,
pengepakan dan pelabelan bahan kimia adalah valid untuk semua bidang, area dan
aplikasi, dan tentu saja, juga untuk lingkungan, perlindungan konsumer dan
kesehatan manusia.
Bahan kimia berbahaya diberi lambang sbb.
Eksplosif (meladak). Meledak
pada kondisi tertentu. Contoh
amonium nitrat dan nitroselulosa. Hindari benturan,
gesekan,
loncatan, panas.
Toxic (beracun).
Bahaya bagi keselamatan bila terisap, tertelan atau
kontak
dengan kulit, dan
dapat
mematikan.
Contoh
arsen triklorida dan merkuri
klorida. Hindari kontak atau
masuk
ke dalam tubuh.
Segera berobat ke dokter bila kemungkinan
keracunan.
Zat yang mudah
terbakar. Contoh
butana, propana,
eter dan etanol.
Hindari udara dan
sumber api.
Zat yang secara spontan terbakar apabila kena air.
Contoh logam natrium.
Hindari kontak dengan air
Zat yang secara spontan
terbakar.
Contoh posfor,
alumunium alkil fosfor. Hindari kontak dengan udara.
Macam-macam symbol bahaya
1. Inflammable substances (bahan
mudah terbakar)
Bahan
mudah terbakar terdiri dari sub-kelompok bahan peledak, bahan pengoksidasi,
bahanamat sangat mudah terbakar (extremely flammable substances), dan
bahan sangat mudahterbakar (highly flammable substances). Bahan dapat
terbakar (flammable substances) jugatermasuk kategori bahan mudah
terbakar (inflammable substances) tetapi penggunaan simbolbahaya tidak
diperlukan untuk bahan-bahan tersebut.
2. Explosive
(bersifat mudah meledak)
Huruf kode: E
Bahan
dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya „explosive“ dapat meledak
denganpukulan/benturan, gesekan, pemanasan, api dan sumber nyala lain bahkan
tanpa oksigenatmosferik. Ledakan akan dipicu oleh suatu reaksi keras dari
bahan. Energi tinggi dilepaskandengan propagasi gelombang udara yang bergerak
sangat cepat. Resiko ledakan dapatditentukan dengan metode yang diberikan dalam
Law for Explosive Substance.
Di
laboratorium, campuran senyawa pengoksidasi kuat dengan bahan mudah terbakar
ataubahan pereduksi dapat meledak . Sebagai contoh, asam nitrat dapat
menimbulkan ledakan jikabereaksi dengan beberapa solven seperti aseton, dietil
eter, etanol, dll. Produksi atau bekerjadengan bahan mudah meledak memerlukan
pengetahuan dan pengalaman praktis maupunkeselamatan khusus. Apabila bekerja
dengan bahan-bahan tersebut kuantitas harus dijagasekecil/sedikit mungkin baik
untuk penanganan maupun persediaan/cadangan.Frase-R untuk bahan mudah meledak :
R1, R2 dan R3Sebagai contoh untuk bahan yang dijelaskan di atas adalah
2,4,6-trinitro toluena (TNT).
3. Oxidizing (pengoksidasi)
Huruf kode: O
Bahan-bahan
dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya „oxidizing“ biasanya
tidakmudah terbakar. Tetapi bila kontak dengan bahan mudah terbakar atau bahan
sangat mudahterbakar mereka dapat meningkatkan resiko kebakaran secara
signifikan. Dalam berbagai halmereka adalah bahan anorganik seperti garam (salt-like)
dengan sifat pengoksidasi kuat danperoksida-peroksida organik. Frase-R untuk
bahan pengoksidasi : R7, R8 dan R9. Contoh bahan tersebut adalah kalium klorat
dan kalium permanganat juga asam nitrat pekat.
4. Extremely flammable (amat sangat
mudah terbakar)
Huruf kode:F+
Bahan-bahan
dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya „extremely flammable
“merupakan likuid yang memiliki titik nyala sangat rendah (di bawah 0o C) dan
titik didihrendah dengan titik didih awal (di bawah +35oC). Bahan amat sangat
mudah terbakar berupagas dengan udara dapat membentuk suatu campuran bersifat
mudah meledak di bawah kondisinormal.Frase-R untuk bahan amat sangat mudah
terbakar : R12. Contoh bahan dengan sifat tersebut adalah dietil eter (cairan)
dan propane (gas).
5. Highly flammable (sangat mudah terbakar)
Huruf kode: F
Bahan
dan formulasi ditandai dengan notasi bahaya ‘highly flammable’ adalah subyek
untukself-heating dan penyalaan di bawah kondisi atmosferik biasa, atau
mereka mempunyai titiknyala rendah (di bawah +21oC). Beberapa bahan sangat
mudah terbakar menghasilkan gasyang amat sangat mudah terbakar di bawah
pengaruh kelembaban. Bahan-bahan yang dapatmenjadi panas di udara pada
temperatur kamar tanpa tambahan pasokan energi dan akhirnyaterbakar, juga diberi
label sebagai ‘highly flammable’. Frase-R untuk bahan sangat mudah terbakar :
R11. Contoh bahan dengan sifat tersebut misalnya aseton dan logam natrium, yang
sering digunakandi laboratorium sebagai solven dan agen pengering.
6. Flammable (mudah terbakar)
Huruf
kode: tidak ada
Tidak
ada simbol bahaya diperlukan untuk melabeli bahan dan formulasi dengan notasi
bahaya‘flammable’. Bahan dan formulasi likuid yang memiliki titik nyala antara
+21oC dan +55oCdikategorikan sebagai bahan mudah terbakar (flammable). Frase-R untuk bahan mudah terbakar : R10.
Contoh bahan dengan sifat tersebut misalnya minyak terpentin
1.6 Label bahan kimia
NFPA
704
tentang Hazard Identification System menjadi standard global, termasuk
di Indonesia dalam menetapkan system identifikasi bahaya yang berhubungan
dengan bahan atau material.
NFPA
704
menetapkan jenis label yang melekat pada suatu bahan/material sehingga
orang dapat dengan cepat dan mudah mengidentifikasi risiko yang ditimbulkan
dari bahan/material berbahaya tersebut. Label ini juga berguna untuk
menentukan, peralatan khusus yang harus digunakan, prosedur yang harus
dilakukan, atau pencegahan apabila terjadi situasi darurat.
Dalam
aturan NFPA 704 Penyusunan simbol dibuat dalam bentuk belah ketupat yang
terdiri atas 4 bagian. Keempat bagian masing-masing dilambangkan dengan warna:
dengan warna biru sebagai bahaya kesehatan, merah sebagai tingkat terbakar,
kuning adalah reaktivitas, dan putih untuk peringatan khusus. Tingkat
kesehatan, terbakar dan reaktivitas dihitung dari skala 0 (tidak berbahaya)
sampai 4 (sangat berbahaya).
Kesehatan (Biru)
|
Terbakar (Merah)
|
||
4
|
Sangat sedikit paparan
dapat mengakibatkan kematian atau luka residual parah (misalnya, hidrogen
sianida, fosfin)
|
4
|
Dengan cepat atau
sepenuhnya menguap pada suhu dan tekanan atmosfer normal, atau segara
tersebar di udara dan akan mudah terbakar (misalnya, propana). Titik nyala
dibawah 23 °C (73 °F)
|
3
|
Sedikit paparan dapat
mengakibatkan luka sementara atau luka residual sedang yang serius (misalnya,
gas klorin)
|
3
|
Cairan dan zat padat yang
dapat terbakar pada hampir semua kondisi suhu sekitar (misalnya, bensin).
Cairan memiliki titik nyala dibawah 23 °C (73 °F) dan memiliki
titik didih pada dan di atas 38 °C (100 °F) atau titik nyala
23 °C (73 °F) dan 38 °C (100 °F)
|
2
|
Paparan besar atau terus
menerus tapi tidak kronis dapat mengakibatkan cacat sementara atau
kemungkinan luka residual (misalnya, dietil eter)
|
2
|
Harus dipanaskan secara
sedang atau dipaparkan ke suhu sekitar yang lebih tinggi sebelum pembakaran
bisa terjadi (misalnya, diesel). Titik nyala 38 °C (100 °F) dan
93 °C (200 °F)
|
1
|
Paparan hanya menyebabkan
iritasi dengan luka residual kecil (misalnya, aseton)
|
1
|
Harus dipanaskan sebelum
pembakaran terjadi (misalnya, minyak kedelai). Titik nyala di atas 93 °C
(200 °F)
|
0
|
Tidak menimbulkan bahaya
kesehatan, tidak ada tindakan pencegahan yang diperlukan (misalnya, lanolin)
|
0
|
Tidak akan terbakar
(misalnya, air)
|
Instabilitas/Reaktivitas (Kuning)
|
Khusus (Putih)
|
||
4
|
Dapat terjadi detonasi
atau dekomposisi eksplosif pada tekanan udara dan suhu normal (misalnya,
nitrogliserin, RDX)
|
Label putih dapat
mengandung beberapa peringatan khusus. Simbol-simbol ini adalah yang
digunakan oleh standar NFPA 704.
|
|
3
|
Dapat terjadi detonasi
atau dekomposisi eksplosif namun membutuhkan sumber inisiasi yang kuat, harus
dipanaskan di bawah penjagaan sebelum inisiasi, bereaksi eksplosif dengan
air, atau akan meledak apabila "terkejut" (misalnya, amonium
nitrat)
|
W
|
Bereaksi dengan air
dengan cara yang tidak biasa atau berbahaya (misalnya, cesium, sodium, asam
sulfat)
|
2
|
Mengalami perubahan kimia
yang besar pada tekanan dan suhu tinggi, bereaksi keras dengan air, atau
dapat membentuk campuran eksplosif dengan air (misalnya, fosfor, kalium,
sodium)
|
OX
|
Oksidan (misalnya, kalium
perklorat, amonium nitrat, hidrogen peroksida)
|
1
|
Stabil, namun dapat tidak
stabil pada tekanan dan suhu tinggi (misalnya, propana)
|
||
0
|
Stabil, bahkan apabila
terpapar dengan api, dan tidak bereaksi dengan air (misalnya, helium)
|
1.7 Penyimpanan Bahan Kimia Berbahaya
Mengelompokkan bahan kimia berbahaya di dalam
penyimpanannya mutlak diperlukan, sehingga tempat/ruangan yang ada dapat di
manfaatkan sebaik-baiknya dan aman. Mengabaikan sifat-sifat fisik dan
kimia dari bahan yang disimpan akan mengandung bahaya seperti kebakaran,
peledakan, mengeluarkan gas/uap/debu beracun, dan berbagai kombinasi dari
pengaruh tersebut.
Penyimpanan
bahan kimia berbahaya sebagai berikut :
1.
Bahan Kimia Beracun (Toxic)
Bahan ini dalam kondisi normal atau dalam kondisi
kecelakaan ataupun dalam kondisi kedua-duanya dapat berbahaya terhadap
kehidupan sekelilingnya. Bahan beracun harus disimpan dalam ruangan yang
sejuk, tempat yang ada peredaran hawa, jauh dari bahaya kebakaran dan bahan
yang inkompatibel (tidak dapat dicampur) harus dipisahkan satu sama lainnya.
Jika panas mengakibatkan proses penguraian pada bahan
tersebut maka tempat penyimpanan harus sejuk dengan sirkulasi yang baik, tidak
terkena sinar matahari langsung dan jauh dari sumber panas.
2.
Bahan Kimia Korosif (Corrosive)
Beberapa jenis dari bahan ini mudah menguap sedangkan
lainnya dapat bereaksi dahsyat dengan uap air. Uap dari asam dapat
menyerang/merusak bahan struktur dan peralatan selain itu beracun untuk tenaga
manusia. Bahan ini harus disimpan dalam ruangan yang sejuk dan ada peredaran
hawa yang cukup untuk mencegah terjadinya pengumpulan uap. Wadah/kemasan
dari bahan ini harus ditangani dengan hati-hati, dalam keadaan tertutup dan
dipasang label. Semua logam disekeliling tempat penyimpanan harus dicat
dan diperiksa akan adanya kerusakan yang disebabkan oleh korosi.
Penyimpanannya harus terpisah dari bangunan lain dengan
dinding dan lantai yang tahan terhadap bahan korosif, memiliki perlengkapan
saluran pembuangan untuk tumpahan, dan memiliki ventilasi yang baik. Pada
tempat penyimpanan harus tersedia pancaran air untuk pertolongan pertama bagi
pekerja yang terkena bahan tersebu.
3.
Bahan Kimia Mudah Terbakar (Flammable)
Praktis semua pembakaran terjadi antara oksigen dan bahan
bakar dalam bentuk uapnya atau beberapa lainnya dalam keadaan bubuk
halus. Api dari bahan padat berkembang secara pelan, sedangkan api dari
cairan menyebar secara cepat dan sering terlihat seperti meledak. Dalam
penyimpanannya harus diperhatikan sebagai berikut :
a.
Disimpan pada tempat yang cukup dingin untuk mencegah penyalaan tidak sengaja
pada waktu ada uap dari bahan bakar dan udara
b.
Tempat penyimpanan mempunyai peredaran hawa yang cukup, sehingga bocoran uap
akan diencerkan konsentrasinya oleh udara untuk mencegah percikan api
c.
Lokasi penyimpanan agak dijauhkan dari daerah yang ada bahaya kebakarannya
d.
Tempat penyimpanan harus terpisah dari bahan oksidator kuat, bahan yang mudah
menjadi panas dengan sendirinya atau bahan yang bereaksi dengan udara atau uap
air yang lambat laun menjadi panas
e.
Di tempat penyimpanan tersedia alat-alat pemadam api dan mudah dicapai
f.
Singkirkan semua sumber api dari tempat penyimpanan
g.
Di daerah penyimpanan dipasang tanda dilarang merokok
h.
Pada daerah penyimpanan dipasang sambungan tanah/arde serta dilengkapi alat
deteksi asap atau api otomatis dan diperiksa secara periodik
4.
Bahan Kimia Peledak (Explosive)
Terhadap bahan tersebut ketentuan penyimpananya sangat
ketat, letak tempat penyimpanan harus berjarak minimum 60[meter] dari sumber
tenaga, terowongan, lubang tambang, bendungan, jalan raya dan bangunan, agar
pengaruh ledakan sekecil mungkin. Ruang penyimpanan harus merupakan
bangunan yang kokoh dan tahan api, lantainya terbuat dari bahan yang tidak
menimbulkan loncatan api, memiliki sirkulasi udara yang baik dan bebas dari
kelembaban, dan tetap terkunci sekalipun tidak digunakan. Untuk
penerangan harus dipakai penerangan alam atau lampu listrik yang dapat dibawa
atau penerangan yang bersumber dari luar tempat penyimpanan. Penyimpanan
tidak boleh dilakukan di dekat bangunan yang didalamnya terdapat oli, gemuk,
bensin, bahan sisa yang dapat terbakar, api terbuka atau nyala api.
Daerah tempat penyimpanan harus bebas dari rumput kering, sampah, atau material
yang mudah terbakar, ada baiknya memanfaatkan perlindungan alam seperti bukit,
tanah cekung belukar atau hutan lebat.
5.
Bahan Kimia Oksidator (Oxidation)
Bahan ini adalah sumber oksigen dan dapat memberikan
oksigen pada suatu reaksi meskipun dalam keadaan tidak ada udara.
Beberapa bahan oksidator memerlukan panas sebelum menghasilkan oksigen,
sedangkan jenis lainnya dapat menghasilkan oksigen dalam jumlah yang banyak
pada suhu kamar. Tempat penyimpanan bahan ini harus diusahakan agar
suhunya tetap dingin, ada peredaran hawa, dan gedungnya harus tahan api.
Bahan ini harus dijauhkan dari bahan bakar, bahan yang mudah terbakar dan bahan
yang memiliki titik api rendah.
Alat-alat
pemadam kebakaran biasanya kurang efektif dalam memadamkan kebakaran pada bahan
ini, baik penutupan ataupun pengasapan, hal ini dikarenakan bahan oksidator
menyediakan oksigen sendiri.
6.
Bahan Kimia Reaktif Terhadap Air (Water Sensitive Substances)
Bahan ini bereaksi dengan air, uap panas atau larutan air
yang lambat laun mengeluarkan panas atau gas-gas yang mudah menyala.
Karena banyak dari bahan ini yang mudah terbakar maka tempat penyimpanan bahan
ini harus tahan air, berlokasi ditanah yang tinggi, terpisah dari penyimpanan
bahan lainnya, dan janganlah menggunakan sprinkler otomatis di dalam ruang
simpan.
7.
Bahan Kimia Reaktif Terhadap Asam (Acid Sensitive Substances)
Bahan ini bereaksi dengan asam dan uap asam menghasilkan
panas, hydrogen dan gas-gas yang mudah menyala. Ruangan penyimpanan untuk
bahan ini harus diusahakan agar sejuk, berventilasi, sumber penyalaan api harus
disngkirkan dan diperiksa secara berkala. Bahan asam dan uap dapat
menyerang bahan struktur campuran dan menghasilkan hydrogen, maka bahan asam
dapat juga disimpan dalam gudang yang terbuat dari kayu yang
berventilasi. Jika konstruksi gudang trbuat dari logam maka harus di cat
atau dibuat kebal dan pasif terhadap bahan asam.
8.
Gas Bertekanan (Compressed Gases)
Silinder dengan gas-gas bertekanan harus disimpan dalam
keadaan berdiri dan diikat dengan rantai atau diikat secara kuat pada suatu
penyangga tambahan. Ruang penyimpanan harus dijaga agar sejuk , bebas
dari sinar matahari langsung, jauh dari saluran pipa panas di dalam ruangan
yang ada peredaran hawanya. Gedung penyimpanan harus tahan api dan harus
ada tindakan preventif agar silinder tetap sejuk bila terjadi kebakaran,
misalnya dengan memasang sprinkler.
9.
Bahan Kimia Radioaktif (Radioactive Substanc
Radiasi dari bahan radioaktif dapat menimbulkan efek
somatik dan efek genetik, efek somatik dapat akut atau kronis. Efek
somatik akut bila terkena radiasi 200[Rad] sampai 5000[Rad] yang dapat
menyebabkan sindroma system saraf sentral, sindroma gas trointestinal dan
sindroma kelainan darah, sedangkan efek somatik kronis terjadi pada dosis yang
rendah. Efek genetik mempengaruhi alat reproduksi yang akibatnya
diturunkan pada keturunan. Bahan ini meliputi isotop radioaktif dan semua
persenyawaan yang mengandung radioaktif. Pemakai zat radioaktif dan
sumber radiasi harus memiliki instalasi fasilitas atom, tenaga yang terlatih
untuk bekerja dengan zat radioaktif, peralatan teknis yang diperlukan dan
mendapat izin dari BATAN. Penyimpanannya harus ditempat yang memiliki
peralatan cukup untuk memproteksi radiasi, tidak dicampur dengan bahan lain
yang dapat membahayakan, packing/kemasan dari bahan radioaktif harus mengikuti
ketentuan khusus yang telah ditetapkan dan keutuhan kemasan harus dipelihara.
UNDANG-UNDANG
NO. 1 TAHUN 1970
TENTANG
KESELAMATAN
KERJA
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
1.
bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan
atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan
meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional;
2.
bahwa setiap orang tainnya yang berada di tempat kerja
perlu terjamin pula keselamatannya;
3.
bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan
dipergunakan secara aman dan efisien;
4.
bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala
daya-upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja;
5.
bahwa pembinaan nama-noama itu periu diwujudkan dalarn
Undang-undang yang, memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja
yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan
tehnologi.
Mengingat :
1.
Pasal-pasal 5, 20 dan 27 Undang-undang Dasar 1945;
2.
Pasal-pasal 9 dan 10 Undang-undang nomor 14 tahun 1969
tentang ketentuanketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 1969 nomor 55, Tambahan Lembaran Negara nomor 2912).
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat Gotong-Royong;
Memutuskan:
1.
Mencabut :
Veiligheidsreglement tahun 1910 (St bl. No. 406);
2.
Menetapkan :
Undang-undang Tentang Keselamatan Kerja;
BAB I
TENTANG ISTILAH – ISTILAH
PASAL 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan
dengan :
(1)
’’Tempat kerja” ialah tiap ruangan atau
lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja
bekerja, atau yang sering dimasuki kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana
terdapat sumber atau sumber-surnber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2;
termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya
yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja
tersebut;
(2)
’’Pengurus² ialah orang yang mempunyai
tugas pemimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri
sendiri;
(3)
’’Pengusaha’’ ialah:
1.
orang atau badan hukum yang menjaiankan sesuatu usaha
milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
2.
orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan
ternpat kerja.
3.
orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang
atau badan hukum termaksud pada (a) dan (b), jika kalau yang diwakili
berkedudukan diluar Indonesia.
(4)
’’Direktur’’ ialah pejabat yang ditunjuk
oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan Undang-undang ini.
(5)
’’Pegawai pengawas” ialah pegawai tehnis
berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga kerja yang ditunjuk oleh Menteri
Tenaga Kerja;
(6)
’’Ahli keselamatan kerja” ialah tenaga
tehnis berkeahlian khusus dari Luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh
Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya undang-undang ini.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal
2
(1) Yang diatur oleh undang-undang ini ialah
keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik didarat, didalam tanah,
dipermukaan air, didalam air maupun diudara, yang berada di dalam wilayah
kekuasaan hukum Republik Indonesia;
(2)
Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja dimana:
1.
dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat,
alat perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan
kecelakaan, kebakaran atau peledakan;
2.
dibuat, diolah, dipakai dipergunakan, diperdagangkan,
diangkut atau disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar,
menggigit, beracun, menimbulkan insfeksi, bersuhu tinggi;
3.
dikerjakan pembagunan, perbaikan, perawatan, pembersihan
atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan
pengairan, saluran, atau terowongan dibawah tanah dan sebagainya atau dimana
dilakukan pekerjaan persiapan;
4.
dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan,
pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan,
perikanan dan lapangan kesehatan;
5.
dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan, : emas,
perak atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya,
baik dipermukaan atau didalam bumi, maupun didasar perairan;
6.
dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia,
baik didaratan, melalui terowongan, dipermukaan air, dalam air maupun diudara;
7.
dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu,
dermaga, dok, stasiun atau gudang;
8.
dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan
lain didalam air;
9.
dilakukan pekerjaan daaam ketinggian diatas permukaan
tanah atau perairan;
10.
dilakukan pekerjaan dibawah tekanan udara atau suhu yang
tinggi atau rendah;
11.
dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun
tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut
atau terpelanting;
12.
dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lubang;
13.
terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran,
api, asap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
14.
dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau timah;
15.
dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio,
radar, televisi, atau telepon;
16.
dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan
atau riset (penelitian) yang mengutakan alat tehnis;
17.
dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan,
dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air;
18.
diputar film, dipertunjukan sandiwara atau
diselenggarakan rekreasi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau
mekanik.
(3)
Dengan peraturan perundangan dapat
ditunjuk sebagai tempat kerja ruangan- ruangan atau lapangan-lapangan lainnya
yang dapat membahayakan keselamatan atau keselamatan yang bekerja dan atau yang
berada diruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah perincian tersebut dalam
ayat (2).
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
LABORATORIUM
1.
SOP PELAKSANAAN PRATIKUM
1) Sebelum Praktikum
·
Kepala laboratorium dan guru IPA mengadakan
rapat membahas kesiapan kegiatan praktik dua pekan sebelum kegiatan praktikum
untuk siswa dilakukan;.
·
Kepala Laboratorium mengecek kesiapan dan kelayakan alat
yang akan digunakan satu pekan sebelum kegiatan praktikum dimulai.
·
Kepala laboratorium mengecek kesiapan LKS yang akan
digunakan untuk kegiatan praktikum;
·
Kepala laboratorium menyerahkan daftar bon alat
kepada guru praktikum untuk diisi alat apa yang akan dipinjam;
·
Guru praktikum diwajibkan mengisi Berita Acara Praktikum
yang diketahui penanggungjawab laboratorium sebelum melakukan praktikum.
2) Selama Praktikum
·
Sebelum masuk ke ruang praktikum siswa
harus menggunakan jas lab.
·
Siswa mengikuti tata tertib yang berlaku di laboratorium
IPA
·
Guru menjelaskan cara penggunaan alat kepada siswa sesuai
dengan fungsinya;
·
Siswa menggunakan alat sesuai dengan fungsi dan petunjuk
praktikum dan diamati oleh guru pembimbing.
·
Guru menuliskan catatan penting tentang kegiatan
yang sudah dilaksanakan pada buku kegiatan harian
lab yang tersedia
3) Selesai Praktikum
· Siswa membersihkan alat yang telah digunakan dan
mengembalikannya kepada tempat semula
· Guru praktikum memeriksa kelayakan alat jika
rusak/hilang maka dicatat dan harus Diganti
4) Lain-Lain
·
Sebelum menggunakan alat-alat praktikum, siswa
harus
memahami petunjuk penggunaan alat itu, sesuai dengan
petunjuk penggunaan yang diberikan atau disampaikan oleh penanggungjawab
praktikum;
·
Siswa harus memperhatikan dan mematuhi peringatan
(warning) yang biasa tertera pada badan
alat;
·
· Siswa
harus memahami fungsi atau peruntukan alat-alat praktikum dan menggunakan alat-alat tersebut hanya untuk
aktivitas yang sesuai fungsi atau
peruntukannya. Menggunakan alat praktikum di luar fungsi
atau peruntukannya dapat
menimbulkan kerusakan pada alat tersebut dan bahaya keselamatan praktikan;
·
· Siswa
harus memahami spesifikasi dan jangkauan kerja alat-alat praktikum
dan menggunakan alat-alat tersebut sesuai spesifikasi dan jangkauan
kerjanya. Menggunakan alat praktikum di
luar spesifikasi dan jangkauan kerjanya dapat menimbulkan kerusakan pada alat
tersebut dan bahaya keselamatan praktikan;
·
Seluruh peralatan praktikum yang digunakan harus
dipastikan aman dari benda/logam tajam, api/ panas berlebih atau lainnya yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada alat tersebut;Tidak melakukan aktifitas yang
dapat menyebabkan kotor, coretan, goresan atau sejenisnya pada
badan alat-alat praktikum yang digunakan.
3.
SOP PEMINJAMAN ALAT LABOR
·
Membuat Pengajuan Surat Permohonan Peminjaman
Alat/Barang/Sarana dan Prasarana yang dimiliki oleh Sekolah kepada Kepala
Laboratorium
·
Permohonan Pinjaman yang ditujukan kepada Kepala
Laboratorium akan segera ditindaklanjuti
·
Mengisi daftar peminjaman alat yang disediakan laboratorium
·
Mengisi surat perjanjian peminjaman alat yang
·
Penyerahan alat pinjaman dan melalukan pengecekan awal
terhadap kondisi alat sebelum dipinjamkan
·
Mengembalikan alat pinjaman tersebut dan melakukan
pengecekan akhir terhadap semua barang pinjaman tersebut harus sesuai dengan
kondisi awal pada saat barang tersebut dipinjam
·
Setiap peminjaman dikenakan biaya perawatan sesuai dengan
ketentuan laboratorium
·
Pengisian Surat Pengembalian
3.
SOP PENGADAAN ALAT
·
Kepala sekolah membentuk panitia pengadaan alat-alat lab
·
Melakukan pengecekan ke labor untuk melihat alat-alat
yang sudah ada, rusak ataupun yang kurang untuk didata
·
Ketua panitia melaksanakan rapat pembuatan rencana kerja
(RKS) dan harga perkiraan sendiri (HPS) serta alat-alat yang dibutuhkan dalam
pratikum guna mencapai tujuan pembelajaran
·
Panitia menyerahkan hasil rapat (proposal pengadaan alat
lab) ke kepala sekolah untuk diminta persetujuan
·
Setelah mendapat persetujuan, kemudian proposal
disampaikan kepada kepala dinas pendidikan setempat
·
Dinas pendidikan mempelajari dan meneliti proposal yang
diajukan pihak sekolah kemudian menyetujui proposl tersebut
·
Setelah proposal disetujui, dinas pendidikan
memberitahukan kepala sekolah bahwa proposal nya disetujui
·
Setelah itu, dinas pendidikan mengirim alat-alat lab tersebut
ke sekolah
4.
SOP PENERIMAAN ALAT
·
Barang yang tiba diperiksa kesesuaian barang dengan surat
pesanan, kondisi barang, dan kesesuaian supplier surat barang nya
·
Barang yang tidak sesuai dengan pesanan dikembalikan ke
supplier
·
Catat barang yang memenuhi persyaratan didalam daftar
penerimaan barang sebagai serah terima barang
·
Masukan barang kedalam tempat khusus yang terpisah dengan
barang lama
·
Catat dan pindahkan barang kedalam lemari penyimpanan dan
kelompokkan sesuai spesifikasinya masing-masing
6.
SOP PEMELIHARAAN
ALAT
·
Setiap alat yang telah digunakan pada pratikum, alat
dibersihkan kembali dan diletakkan pada rak nya
·
Setiap pengguna yang merusak/menghilangkan alat akan
dikenakan sanksi denda dan sanksi lainnya
·
Setiap pengguna wajib mematuhi tata tertib lab
·
Setiap pengguan fasilitas lab wajib dikenakan biaya
pemeliharaan yang ditentukan oleh sekolah
·
Pengelola wajib membuat jurnal bulanan yang dilaporkan
kepada jurusan setiap bulannya
·
Jurnal bulanan memuat rincian aktifitas lab, jadwal
penggunaan lab, jumlah pengguna, lama penggunaan dan biaya pemasukan dan
pengeluaran.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebagai suatu
sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan dan
keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap
timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan
kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi
menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan
antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah
untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit
akibat hubungan kerja.
Peran tenaga
kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah menjadi melalui
pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang
meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus. Untuk
mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit pada tempat kerja dapat dilakukan dengan
penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja.
3.2 Saran
Kesehatan
dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan
kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu
perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus
dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2005.
Silalahi, Bennett N.B. [dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja.[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo.
Suma'mur .1991. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta
:Haji Masagung
Suma'mur .1985. Keselamatan kerja dan pencegahan
kecelakaan. Jakarta :Gunung Agung
Komentar
Posting Komentar